"Menyebarluaskan Pengetahuan..."

BonoEdumedia.com: PENDIDIKAN

Berbagai tulisan BonoEdumedia.com dengan tema pendidikan. Silakan kunjungi dan simak setiap tulisan kami. Dapatkan khasanah pengetahuan bermakna untuk hidup Anda.

BonoEdumedia.com: KELUARGA

Berbagai tulisan BonoEdumedia.com dengan tema keluarga. Silakan kunjungi dan simak setiap tulisan kami. Dapatkan khasanah pengetahuan bermakna untuk hidup Anda.

BonoEdumedia.com: PEMUDA

Berbagai tulisan BonoEdumedia.com dengan tema pemuda. Silakan kunjungi dan simak setiap tulisan kami. Dapatkan khasanah pengetahuan bermakna untuk hidup Anda.

BonoEdumedia.com: KEPEMIMPINAN

Berbagai tulisan BonoEdumedia.com dengan tema kepemimpinan. Silakan kunjungi dan simak setiap tulisan kami. Dapatkan khasanah pengetahuan bermakna untuk hidup Anda.

BonoEdumedia.com: PRIBADI ISLAMI

Berbagai tulisan BonoEdumedia.com dengan tema pribadi Islami. Silakan kunjungi dan simak setiap tulisan kami. Dapatkan khasanah pengetahuan bermakna untuk hidup Anda.

BonoEdumedia.com: VIDEO

Berbagai unggahan BonoEdumedia.com dalam bentuk video. Silakan kunjungi dan simak setiap video kami. Dapatkan khasanah pengetahuan bermakna untuk hidup Anda.

Ketika Salman Al-Farisi Ditolak Lamarannya



Salman al Farisi adalah salah seorang sahabat Nabi saw yang berasal dari Persia. Salman sengaja meninggalkan kampung halamannya untuk mencari cahaya kebenaran. Kegigihannya berbuah hidayah Allah dan pertemuan dengan Nabi Muhammad saw di kota Madinah. Beliau terkenal dengan kecerdikannya dalam mengusulkan penggalian parit di sekeliling kota Madinah ketika kaum kafir Quraisy Mekah bersama pasukan sekutunya datang menyerbu dalam perang Khandaq.

Berikut ini adalah sebuah kisah yang sangat menyentuh hati dari seorang Salman Al Farisi: tentang pemahamannya atas hakikat cinta kepada perempuan dan kebesaran hati dalam persahabatan.

Salman Al Farisi sudah waktunya menikah. Seorang wanita Anshar yang dikenalnya sebagai wanita mu’minah lagi shalihah juga telah mengambil tempat di hatinya. Tentu saja bukan sebagai pacar. Tetapi sebagai sebuah pilihan untuk menambatkan cinta dan membangun rumah tangga dalam ikatan suci.

Tapi bagaimanapun, ia merasa asing di sini. Madinah bukanlah tempat kelahirannya. Madinah bukanlah tempatnya tumbuh dewasa. Madinah memiliki adat, rasa bahasa, dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya. Ia berfikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang pelik bagi seorang pendatang. Harus ada seorang yang akrab dengan tradisi Madinah berbicara untuknya dalam khithbah, pelamaran.

Maka disampaikannyalah gelegak hati itu kepada shahabat Anshar yang telah dipersaudarakan dengannya, Abu Darda’.

”Subhanallaah. . wal hamdulillaah. .”, girang Abu Darda’ mendengarnya. Keduanya tersenyum bahagia dan berpelukan. Maka setelah persiapan dirasa cukup, beriringanlah kedua shahabat itu menuju sebuah rumah di penjuru tengah kota Madinah. Rumah dari seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa.

”Saya adalah Abu Darda’, dan ini adalah saudara saya Salman seorang Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya.”, fasih Abu Darda’ berbicara dalam logat Bani Najjar yang paling murni.

”Adalah kehormatan bagi kami”, ucap tuan rumah, ”menerima Anda berdua, shahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang shahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada puteri kami.”

Abu Darda dan Salman menunggu dengan berdebar-debar. Hingga sang ibu muncul kembali setelah berbincang-bincang dengan puterinya.

”Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara mewakili puterinya. ”Tetapi karena Anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa puteri kami menolak pinangan Salman. Namun jika Abu Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka puteri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.”

Keterusterangan yang di luar kiraan kedua sahabat tersebut. Mengejutkan bahwa sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya. Bayangkan sebuah perasaan campur aduk dimana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Bayangkan sebentuk malu yang membuncah dan bertemu dengan gelombang kesadaran. Ya, bagaimanapun Salman memang belum punya hak apapun atas orang yang dicintainya.

Namun mari kita simak apa reaksi Salman, sahabat yang mulia ini:

”Allahu Akbar!”, seru Salman, ”Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abu Darda’, dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian!”

Betapa indahnya kebesaran hati Salman Al Farisi. Ia begitu faham bahwa cinta, betapapun besarnya, kepada seorang wanita tidaklah serta merta memberinya hak untuk memiliki. Sebelum lamaran diterima, sebelum ijab qabul diikrarkan, tidaklah cinta menghalalkan hubungan dua insan. Ia juga sangat faham akan arti persahabatan sejati. Apalagi Abu Darda’ telah dipersaudarakan oleh Rasulullaah saw dengannya. Bukanlah seorang saudara jika ia tidak turut bergembira atas kebahagiaan saudaranya. Bukanlah saudara jika ia merasa dengki atas kebahagiaan dan nikmat atas saudaranya.

“Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya.” [HR Bukhari]

Semoga bermanfaat dan dapat diambil hikmah dari kisah Salman ini. Allahu A'lam.





















Bagikan:

Kisah Salahnya Mendidik Anak



Dikisahkan, ada seorang ibu yang sangat menyayangi putra tunggalnya.Karena rasa kuatir yang sangat, ditambah maraknya berita penculikan di media massa, si ibu pun memberi nasihat kepada putranya, "Nak, kalau matahari sudah tidak bersinar lagi, jangan keluar rumah ya. Karena saat gelap seperti itulah roh jahat mulai bermunculan. Ada yang disebut kuntilanak, genderuwo, dan lain-lain. Pokoknya mahkluk jelek, hitam, dan jahat. Maka belajar baik-baik di dalam rumah saja ya, terutama malam hari, oke?" sang anak, yang sedikit penakut, dengan senang hati mematuhi nasehat ibunya. 

Setelah beranjak remaja, si anak tumbuh menjadi pemuda cilik yang penakut dan pengecut. Seringkali, ketakutannya yang berlebihan itu terbawa-bawa dalam mimpi. Tidak jarang, ketika tidur ia tiba-tiba terbangun dengan berteriak histeris serta bersimbah peluh ketakutan. Kedua orangtuanya pun menjadi khawatir melihat perkembangan jiwa si anak. Berbagai nasehat bernada menghibur yang disampaikan si orangtua kepada anaknya tidak bermanfaat sama sekali. Bahkan, kadang si anak justru merasa orangtuanya berusaha mencelakai dia.

Suatu hari, sang kakek mendengar kondisi cucunya tersebut. Maka, ia pun segera menyempatkan diri berkunjung ke rumah anaknya. Setelah memikirkan dengan seksama, suatu sore, si kakek mengajak cucunya berjalan-jalan ke pasar malam bersama-sama dengan beberapa orang tetangga dan teman si cucu. Sesampainya di pasar malam itu, mereka pun bersenang-senang. Sang cucu dan teman-temannya bermain dan melihat berbagai pertunjukkan hingga malam hari. Setelah puas dan lelah bermain, mereka pun berjalan kaki pulang ke rumah.

Tiba di rumah, si kakek meneruskan berbincang santai dengan cucunya. "Cucuku, terang dan gelap adalah sifat alam. Tidak ada hubungannya dengan roh gentayangan dan kejahatan. Sudah kita buktikan sendiri, kan? Bukankah sepanjang jalan dalam kegelapan tadi tidak ada satu pun roh jahat yang mengganggu? Ketahuilah, roh jahat hanya ada di pikiran kamu sendiri. Usir dia dari pikiranmu, maka tidak akan ada yang namanya roh jahat di muka bumi ini. Kakek yang sudah setua ini telah membuktikan sendiri. Ketakutan hanya ada di pikiran kita. Gunakan pikiranmu untuk hal-hal yang baik, maka engkau akan membuat segalanya menjadi baik, indah, dan membahagiakan. "

Demikianlah, berkat kata-kata bijak dari si kakek, lewat proses waktu, akhirnya si cucu mampu mengubah mindset dan memiliki kesehatan mentalitas yang positif. Ia pun tumbuh jadi pemuda yang pemberani.

RENUNGAN:
Mendidik anak dengan nada ancaman atau dengan menakutinya, walaupun untuk tujuan yang baik, bisa berdampak buruk dan merusak kesehatan mental, bila tidak disertai dengan pengertian benar!

Hukum pikiran bersifat universal dan berlaku untuk siapa saja, baik anak-anak atau orang dewasa, yakni you are what you think, Anda adalah apa yang Anda pikirkan! Maka, apa yang kita pikirkan, itulah yang akan terjadi. You are what you believe, Anda adalah apa yang Anda percayai!

Karena itu, kalau yang kita tanamkan ke dalam pikiran kita setiap hari adalah hal-hal yang negatif, dampaknya akan destruktif atau merusak. Sebaliknya, kalau baik dan positif sifatnya, tentu dampak dalam kehidupan kita akan menjadi positif dan konstruktif.

(Disarkan dari berbagai sumber/Admin)











Bagikan:

Show di Hadapan Allah SWT



Memperlihatkan amal shalih di hadapan manusia (riya’) adalah syirik ashghor (syirik kecil). Dampaknya, amal shalih yang didasari dan ditujukan untuk riya’i ini, tidak akan diterima Allah SWT. Repotnya, pada diri dan jiwa manusia, ada kecenderungan untuk diperhatikan, dilihat, dan ditonjolkan kepada orang lain, sebagaimana dikatakan oleh Imam Al Ghazali rahimahullah.

Pertanyaannya, adakah Allah SWT menuntut kita untuk melawan sesuatu yang sebenarnya ada di dalam jiwa kita? Atau lebih konkritnya: mungkinkah Allah SWT melarang kita dari perbuatan riya’, sementara kecenderungan itu ada dan include dengan ciptaan manusia?

Allah SWT -Yang Maha Pencipta (Al Khaliq)- adalah juga Yang Maha Mengetahui (Al ‘Aliim) dan juga Maha Bijaksana (Al Hakiim). Pada saat Dia menciptakan manusia dengan include di dalamnya kecenderungan untuk dilihat kerja-kerjanya oleh orang lain, dikagumi dan diceritakan, Dia juga memberikan jalan keluar yang menjadi tempat tumpahan perasaan itu (perasaan senang dilihat dan didengar ceritanya oleh orang lain).

Demi terpenuhinya perasaan tersebut, Allah SWT mengajarkan beberapa aqidah kepada kita, diantaranya:
1.  Kita diajari, agar senantiasa merasa bahwa setiap ucapan yang meluncur dari mulut kita (QS Qaf [50]: 18), segala gerak gerik kita, senantiasa dicatat oleh malaikat-malaikat yang ditugaskan Allah SWT untuk hal ini (QS Al Infithar [82]: 11). Karenanya, pertunjukkanlah kepada para malaikat itu hal-hal yang baik-baik, agar saat malaikat itu melaporkanya kepada Allah, Dia menjadi ridha kepada kita.
  
"Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat Pengawas yang selalu hadir." (QS Qaf [50]: 18).

"Yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu)." (QS Al Infithar [82]: 11)

2.  Kita diajari, bahwa pada setiap harinya, Allah SWT menurunkan malaikat-malaikat yang bertugas di siang hari, dan malaikat-malaikat yang bertugas di malam hari. Dan yang pernah bertugas, tidak akan turun lagi. Dua shift malaikat ini bertemu pada waktu Ashar dan Shubuh. Tugas mereka adalah melaporkan hamba-hamba Allah dari kalangan manusia kepada-Nya (meskipun Allah SWT telah mengetahui semuanya). Bila manusia-manusia itu didapatinya berada di masjid sedang melakukan shalat berjama’ah, maka saat para malaikat itu ditanya Allah: “Bagaimana keadaan hamba-hamba-Ku saat engkau datang, dan saat engkau tinggalkan?”. Para malaikat itu akan menjawab: “Waktu kami datang, mereka sedang dalam keadaan shalat, dan waktu kami tinggalkan, merekapun sedang dalam keadaan shalat. Ketahuilah bahwa para malaikat itu hanya mendatangi masjid (termasuk mushalla tempat berjama’ah lima waktu), tidak tempat lainnya. Oleh karena ini, berusahalah agar setiap pelaksanaan waktu shalat berjama’ah, kita melakukannya di masjid, khususnya, jama’ah Ashar dan jama’ah Shubuh. Sebab, pada dua waktu ini, dua shift malaikat sedang berkumpul, yang bertugas malam baru turun di waktu Ashar dan yang bertugas siang baru akan kembali kepada Allah, begitu juga sebaliknya.

3. Pada setiap Jum’at, Allah SWT juga menugaskan malaikat-malaikat-Nya untuk “mengabsen” atau “mendata” siapa-siapa yang datang di masjid untuk shalat Jum’at. Mereka semua berjaga di setiap pintu masjid. Siapa saja yang datang pada saat pertama, ia akan dicatat sebagai orang yang berkurban dengan unta. Yang datang pada saat kedua akan dicatat sebagai orang yang berkurban dengan sapi. Yang datang pada saat ketiga, akan dicatat sebagai seseorang yang berkurban dengan kambing. Yang datang pada saat kelima akan dicatat sebagai orang yang berkurban dengan ayam. Dan yang datang pada saat kelima akan dicatat sebagai seseorang yang berkurban dengan telur. Lalu, setelah khatib naik mimbar, para malaikat itu memasuki masjid dan mendengarkan khutbah sang khatib. Karenanya, siapa saja yang datang pada saat khatib telah naik mimbar, ia tidak akan tercatat oleh para malaikat yang bertugas itu.

4. Berkenaan dengan Ramadhan, kita diperintahkan untuk memperlihatkan kepada Allah SWT segala hal yang baik, dan kita akan dibangga-banggakan Allah SWT di hadapan para malaikat-Nya. Karenanya, kita harus berkompetisi untuk show di hadapan Allah SWT dengan amal-amal shalih kita. Rasulullah saw bersabda: “Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan keberkahan, Allah SWT memberikan kecukupan kepada kalian pada bulan ini, Dia menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa dan mengabulkan do’a, Allah SWT melihat kompetisi kalian, dan membanggakan kalian di hadapan para malaikat-Nya, karenanya, tunjukkanlah kepada Allah hal-hal yang terbaik dari kalian, sebab, orang yang sengsara adalah yang terhalang dari rahmat Allah SWT.” (Al Haitsami berkata: “diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam al mu’jam al kabiir, dan di dalamnya ada Muhammad bin Abi Qais, dan saya tidak menemukan siapapun yang menjelaskan biografinya).

Saudara-saudaraku yang dimulyakan Allah …
Dan tinggal satu hal lagi, dan ini yang paling penting, kita harus senantiasa memohon kepada Allah SWT agar Dia senantiasa melimpahkan taufiq, hidayah dan ‘inayah-Nya kepada kita, sehingga kita mampu mengisi Ramadhan tahun ini dengan yang terbaik daripada tahun-tahun sebelumnya, amiiin.

Ya Allah, tolonglah saya untuk mengingat-Mu, mensyukuri-Mu dan baik dalam beribadah kepada-Mu, amiiin.

(Disarikan dari berbagai sumber/Admin)











Bagikan:

Ketika Pasangan Mulai Mendua



Cinta bukan sekedar sekumpulan kata yang indah di lisan.
Cinta bukan hanya manis dilaku, dan sepintas lalu.
Namun cinta adalah perjuangan.
Perjuangan ketika ujian melanda, dan cinta tetap bertahan.
Bertahan karena-Nya.
 * * *

Dia masih di sudut pintu kamar menunggu jawabanku, dan aku tertunduk di sofa samping tempat tidur kami. Kamar ini sebelum satu jam yang lalu masih ruangan favoritku. Lampu temaram yang membuat ruangan ini selalu terasa cozy. Semua aktivitas favoritku berpusat disini. Menulis, membaca dan diskusi dengannya. Dan detik ini, ruangan kami begitu menyiksa hati.

Seperti sketsa di sebuah pertunjukkan. Rumah tangga yang selalu meredam emosi dengan diskusi panjang, dan kami yang mampu menahan ego satu sama lain karena rasa saling menghormati dan menyayangi. Jika sebelas tahun terasa singkat, itu karena kami selalu saling mengerti. Dan tibalah ketika lelaki ini bercerita bahwa ada sosok lain yang membutuhkannya. Membutuhkan tak sekedar perhatian antar sesama, namun lebih dari itu berbagi kasih sayang. Wanita itu sahabat suamiku. Dan aku mengenal dekat bahkan dengan keluarganya. Wanita baik, berasal dari keluarga baik-baik dan suaminya meninggalkannya ketika bertugas di Lhok Ngah Aceh dan tak pernah kembali ketika musibah Tsunami melanda di akhir tahun 2006. Meninggalkan seorang istri dan putri yang masih balita. 

Kami dekat, karena kami berkewajiban membantu keuarga yang baru saja dilanda musibah dan putri mereka yang kini yatim. Hubungan kami baik selama 7 tahun. Suamiku yang shalih, tak pernah marah berlebihan padaku, telaten mengajarkanku banyak hal dan yang selalu kuingat sifat amanahnya akan sebuah komitmen untuk selalu bermanfaat. Hingga aku pun akrab dengan sahabatnya.

Ketika kantorku membutuhkan pegawai, maka sahabat suamiku lah yang kuhubungi, karena memang ia single parent yang membutuhkan pekerjaan. Maka semakin akrablah kami.

Dan ketika lelaki itu meminta istrinya untuk rela berbagi rumah tangga dengan wanita lain, maka keluarlah sebuah kalimat meminta izin. Dan jika tidak diizinkan pun, lelaki itu tak memaksa. Dia akan tetap memilih istrinya. Di kehidupan kini maupun nanti.

Ah, lelaki itu suamiku dan wanita itu kini bukan hanya sahabat baikku, ia sudah seperti saudara.

Mendadak bibir kelu dan ujung lengan sweater ku basah dengan airmata yang tak berhenti meleleh.

Aku mencari alasan untuk tak sakit hati, atas permintaan dan pernyataan suamiku. Permintaan yang tak sanggup kukabulkan. Suamiku yang nyaris mengasihiku secara utuh, suamiku yang kukagumi nyaris penuh seluruh jiwaku, lalu dimana cintaku kini kuletakkan. Hingga hati tak terlalu sakit.
Sampai detik ini, aku tak pernah menanyakan apakah wanita itu memahami maksud suamiku. Sungguh telinga ini tak siap, mendengar sejauh apa hubungan mereka.

Yang ku tahu, kini suamiku menjaga jarak dengannya dan aku memilih resign. Meski begitu aku tetap bersahabat dengannya. Persahabatan kami tak terganti. Dia wanita yang menjaga keshalihatannya. Suamiku tak salah pilih, aku yang tak sanggup dengan pilihan hidupnya.
Rumah Kami, 2013

* * *

Kehidupan tak selalu berpihak pada kita. Kita belajar hal tersebut mulai dari kecil, dimana kita berusaha keras dengan belajar ketika ujian, namun hasil yang didapat tak sebanding dengan kerja keras kita. Dan ketika kita mencapai fase untuk membangun rumah tangga seperti yang kita inginkan, maka ujian pun menemani proses pencapaian terbaik kita. Namun Allah selalu ada di setiap langkah. Dimana Dia Maha Tahu yang terbaik untuk hamba-Nya. Termasuk ujian yang akan menaikkan derajat keimanan hambanya. Dan ketika ujian datang kepada muslimah, seharusnya kita siap. Kesiapan kita tergantung kadar keimanan dan ilmu kita.

Lalu apa yang kita lakukan ketika ujian datang, berikut tips yang semoga membawa inspirasi untuk muslimah agar lebih tegar disaat ujian melanda.

1. Allah sebaik-baik tempat mencurahkan isi hati.

Yakinlah segala permasalahan atas kehendak-Nya, maka jadikanlah yang Maha Berkendak adalah tempat pertama untuk mengadukan segala keluh kesah. Allah tempat untuk melapangkan hati sebelum kita berbagi beban ke sesama. Setelahnya agar Allah menunjukkan kita bertemu dengan keluarga dan sahabat-sahabat terbaik sebagai pemberi nasihat. Ingatlah, bahwa kita tidak sendirian mengahapi permasalahan rumah tangga kita. Ada Allah yang tak pernah lelah mendengar pinta kita. Selalu resapi isi Al Quran, karena segala permasalahan di muka bumi ini tertuang dalam Al Quran.

“Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu Kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya” (QS. Al-Mu’minuun : 62).

2. Moment muhasabah.

Koreksi diri. Tentulah tak ada asap kalau tak ada api. Dan hendaknya sebuah permasalahan adalah momen untuk mengevaluasi. Sejauh mana kebaikan kita dalam mengurus rumah tangga? Sudahkah kita ikhlas berbakti pada suami hingga tak ada keluh ketika suami berperilaku seperti yang kita harapkan? Lalu sejauh mana kebaikan kita dalam berumahtangga sehingga rumahtangga kita memberi manfaat pada sesama?

Momen koreksi diri juga langkah awal untuk berbesar hati. Bahwa di setiap kesalahan pasangan, ada tanggung jawab kita. Disinilah kita belajar berbesar hati mengambil hikmah atas sebuah ujian yang tengah melanda.

3. Saatnya me-recovery hati.

Ya, saatnya menyembuhkan hati, agar rutinitas kehidupan tetap berjalan. Permasalahan harus kita hadapi dan selesaikan dengan baik, terpuruk dan tidak keluar dari kamar bukanlah penyelesaian. Mulailah bangun komunikasi yang ‘lebih baik’ dengan pasangan. Sabar, ikhlas, ikhtiar, doa, ber-silaturrahim dan menempatkan porsi cinta yang sewajarnya mampu membuat lapang hati. Sakit memang ketika dihadapkan pada pasangan yang mulai mendua, namun dengarlah alasan pasangan. Selanjutnya berdiskusi dan maafkan. Apapun keputusan kita dan pasangan, yakinkan bahwa semua atas kehendak Allah.
Mudah bagi Allah menjadikan kesulitan berganti kemudahan dan menjadikan ujian berganti kebahagiaan. Permasalahan ada, agar kita lebih mendekat pada-Nya, dan Allah tak ingin diduakan oleh hamba-Nya. Semoga sebentuk hati pada pasangan yang mendua, dimampukan dalam pilihan kebaikan yang karena Allah semata. Aamiin. (Sumber: Fayza Sari)

Allahu a'lam...





Bagikan:

Memanfaatkan Sisa Usia

Mau Apa Di Sisa Usia...?!

Salah seorang ulama dari kalangan tabi'in, Al-Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah ta'ala berkata kepada seseorang,

"Berapa usia anda...?"

Orang itu menjawab, "Enam puluh tahun.."

Al-Fudhail kembali berkata,
"Bila demikian adanya, engkau berjalan menuju Rabbmu sejak 60 tahun silam, dan tak lama lagi akan tiba kepadaNya..."

"Innalillahi wa inna 'ilaihi raji'un..." ucap orang itu.

"Tahukah engkau makna ucapan tadi..?" tanya Al-Fudhail.

Beliau melanjutkan, "Maknanya adalah aku hamba Allah dan hanya  kepadaNya aku kembali..."

"Barangsiapa mengetahui bahwa ia hamba Allah dan akan kembali kepadaNya maka hendaklah ia memahami bahwa dirinya kelak akan dihisab (pada hari kiamat)"

"Barangsiapa mengetahui bahwa dirinya kelak akan dihisab (pada hari kiamat) maka hendaklah ia memahami bahwa dirinya akan ditanya"

"Dan barangsiapa mengetahui bahwa dirinya kelak akan ditanya maka hendaklah ia mempersiapkan jawaban pertanyaan"

"Bagaimanakah caranya...?" tanya orang itu.

Al-Fudhail menjawab, "Sederhana sekali...

"Engkau memperbaiki sisa umur yang ada niscaya dosa-dosamu yang telah lalu akan diampuni.

Adapun jika engkau masih saja berbuat salah di sisa usia maka engkau akan disiksa karena dosa yang lalu dan dosa yang sekarang..."

(Jami'ul 'Ulum wal Hikam: 2/383)

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda,

أكثرهم للموت ذكرا وأحسنهم لما بعده استعدادا

"(mukmin yang cerdas) adalah mereka yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik persiapannya untuk akhirat..."

(Hasan, HR Ibnu Majah: 4249, ash-Shahihah: 1384 al-Albani)

Cerdas menempatkan dunia sebagai jembatan menuju akhirat.

Bukan sebagai tujuan hidupnya.

Hendak di isi apa sisa usia kita...?!
*******











Bagikan:

Tanya Jawab Lucu Seputar Nikah


TANYA JAWAB SEPUTAR NIKAH
Tanya:
Aslm ust. Apa hukum nikah dengan wanita yang masih kuliah?

Jawab:
Wa'alaikummussalam.. Hukumnya makruh. Lebih baik selesaikan dahulu kuliahnya, atau pas jam istirahat agar tidak mengganggu mahasiswa lain dan dosen.
Sekian.
 ***

TANYA JAWAB SEPUTAR NIKAH
Tanya:
Asslkm ustadz, saya mau tanya apakah boleh menikahi wanita sekampus?

Jawab:
Wa'alaikummussalam.. Hukum menikahi wanita sekampus adalah haram. Maksimal menikahi 4 orang wanita, kalau sekampus terlalu banyak
Sekian.
***

TANYA JAWAB SEPUTAR NIKAH
Tanya:
Asslkm ustadz, saya mau tanya apakah boleh menikahi pria sholeh?

Jawab:
Wa'alaikummussalam.. Hukum menikahi pria  sholeh adalah haram. Ente itu pria, haram menikahi sesama pria
Sekian.
***

TANYA JAWAB SEPUTAR NIKAH
Tanya:
Asslkm ustadz, saya mau tanya apakah boleh menikahi wanita berjilbab coklat di pojok sana?

Jawab:
Wa'alaikummussalam.. Hukum menikahi wanita jilbab coklat di pojok sana adalah haram.
Itu istri saya.
Sekian
****


Bagikan:

Gaya Belajar Pada Anak


Setiap anak memiliki keistimewaan sendiri-sendiri. Bahkan yang kembar identik pun pasti memiliki keistimewaan yang berbeda. Dalam hal gaya belajar, ada 3 (tiga) tipe gaya belajar yang dominan di masing-masing anak yang terlihat yaitu visual, auditori, dan kinestetik.

Berikut gambaran singkat ketiga gaya belajar tersebut:
1. ANAK TIPE VISUAL
CIRI UMUM
• Lebih mudah mengingat dengan melihat.
• Lebih suka membaca.
• Lebih mudah menangkap pelajaran lewat materi bergambar.
• Peka akan warna dan cukup paham akan artistik.
• Duduk tenang saat belajar di tengah situasi ribut dan ramai tanpa merasa terganggu.
• Tertarik pada seni lukis, pahat, dan gambar.
• Melihat sikap, gerakan, dan bibir guru yang mengajar.
• Mudah menghafal tempat dan lokasi.

KENDALA TIPE VISUAL
• Tak suka berbicara di depan kelompok atau mendengarkan orang lain.
• Tahu apa yang harus dikatakan, tapi tak bisa mengungkapkan dengan kata-kata.
• Terlambat menyalin pelajaran di papan tulis, dan tulisan tangannya berantakan tak terbaca.
• Sering kali lupa jika menyampaikan pesan verbal kepada orang lain.
• Kurang mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan.
• Agak sulit menyimak dan memahami isi pembicaraan.

CARA MENSTIMULASI
• Gunakan beragam bentuk grafis untuk menyampaikan informasi atau materi pelajaran.
• Perangkat grafis bisa berupa film, slide, ilustrasi, coretan, atau kartu gambar.
• Mintalah untuk membayangkan obyek atau materi yang sedang dipelajari.


2. ANAK TIPE AUDITORI
CIRI UMUM
• Mudah ingat apa yang didengar.
• Senang dibacakan atau mendengarkan.
• Pandai bercerita dan senang membaca dengan suara keras.
• Lebih menyukai humor lisan ketimbang membaca buku.
• Senang berdiskusi, bicara, atau menjelaskan secara panjang-lebar.
• Menyenangi seni musik.
• Mudah mempelajari bahasa asing.

KENDALA TIPE AUDITORI
• Cenderung banyak omong.
• Tak bisa belajar dalam suasana berisik.
• Kurang tertarik pada hal-hal baru.

CARA MENSTIMULASI
• Bekali tape recorder untuk merekam semua materi pelajaran yang diajarkan di sekolah.
• Libatkan diri dalam kegiatan diskusi.
• Lakukan review secara verbal dengan teman atau pengajar.
• Rekamlah ide dan pikiran sebelum dituangkan dalam bentuk tulisan.
 
3. ANAK TIPE KINESTETIK
CIRI UMUM
• Gemar menyentuh segala sesuatu.
• Aktif mengerjakan sesuatu yang memakai tangannya.
• Suka menggunakan obyek nyata sebagai alat bantu belajar.
• Menyukai gerak fisik dan memiliki koordinasi tubuh yang baik.
• Membaca dengan menunjuk kata-kata dengan jari tangan.
• Menghafal sesuatu dengan melihat langsung.
• Unggul dalam pelajaran olahraga.
• Lebih suka mendemonstrasikan sesuatu (peragaan) ketimbang penjelasan.
• Cenderung menggunakan gerak tubuh untuk mengungkapkan sesuatu.

KENDALA TIPE KINESTETIK
• Sulit mempelajari hal abstrak, seperti matematika atau peta.
• Tak bisa belajar di sekolah yang bergaya konvensional.
• Energinya cukup tinggi, dan jika tidak disalurkan, akan berpengaruh terhadap konsentrasi belajarnya.

CARA MENSTIMULASI
• Masukkan ke sekolah yang menganut sistem active learning.
• Belajar memakai model peraga, misal belajar di laboratorium.
• Diberikan aktivitas fisik, seperti olahraga atau menari.

Ada sedikit revisi (pemambahan/perubahan) pada redaksi artikel ini. Namun tanpa mengurangi esensi pesan artikel ini. Semoga artikel ini bermanfaat.

REFERENSI: 
DePorter, Bobby. 2007. Quantum Learning. Bandung: Mizan pustaka
Gunawan, Adi W. 2006. Genius Learning Strategy. Jakarta: Gramedia Pustaka utama 
Raharjo, Sakti. 2007. Funtactics. Bandung: Syamil
Rose, Colin. 2006. Accelerated Learning. Bandung: Nuansa
Santoso, Arif. 2014. Jurus Sang Guru. Surabaya: Kualita Mediatama











Bagikan:

Budaya Saling Menasehati Sesama


Ada 4 (empat) hal yang menjadi sendi stabilitas dunia. Keberdayaan ulama (dengan ilmunya), keadilan para penguasa, kedermawanan orang-orang kaya dan doa para fuqara. Bila salah satu sendi saja tak berfungsi sebagaimana mestinya, maka akan terjadi instabilitas (ketidakstabilan) dalam berbagai aspek kehidupan manusia.

Ulama sebagai salah satu sendinya mempunyai arti sebagai orang yang memiliki ilmu yang membawanya takut hanya kepada Allah SWT (QS. Al-Fathir: 28).
Dari sini berarti pengertian ulama tidak hanya terbatas pada orang-orang yang memiliki pengetahuan agama saja, tapi juga mencakup semua ahli dalam bidang keilmuan apapun yang bermanfaat, dengan syarat ilmu yang dikuasainya membawa dirinya menjadi orang yang memiliki rasa takut kepada Allah SWT. Rasa takut inilah yang mendorong para ulama untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Karenanya dalam pengertian ini para penggiat dakwah adalah para ulama yang berperan sebagai ‘waratsatul anbiya’ (pewaris para nabi) yang selalu melakukan tawashau bil haqqi wa tawashau bis shabri (saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran).

Ada beberapa hal yang menuntut para penggiat dakwah untuk selalu melakukan tawashau bil haqqi wa tawashau bis shabri. Pertama, kebaikan umat ini terletak pada konsistensi pelaksanaan amar ma’ruf dan nahi munkar. Bila amar-ma’ruf dan nahi munkar tidak dilaksanakan maka akan hilanglah salah satu ciri kebaikan umat Islam ini (QS. Ali Imran: 110). Kedua, para penggiat dakwah adalah stabilisator umat yang menjadi tumpuan utama masyarakat. Ciri utamanya adalah senantiasa melakukan ‘ishlah’ (perbaikan). Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya, “Apakah kita akan dihancurkan walaupun di antara kita terdapat orang-orang sholihin”? Rasulullah menjawab, “Ya”, bila terdapat banyak kebobrokan/keburukan." Allah SWT menegaskan "Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zhalim sedang penduduknya orang-orang yang melakukan ishlah (perbaikan) (QS. Huud: 117). Ketiga, saling menasehati merupakan ciri manusia yang tidak akan merugi. Sebagaimana yang diungkap dalam surat Al-'Ashr ayat 3, yaitu senantiasa saling menasihati dengan kebenaran dan saling menasihati dengan kesabaran. Surat ini amat penting sehingga ada riwayat dari Imam At-Thabrani dari Ubaidillah bin Hafsh yang menyatakan bahwa dua orang sahabat nabi SAW bila bertemu, maka tidak berpisah kecuali membaca surat Al-'Ashr, kemudian mengucapkan salam untuk perpisahan. Keempat, di antara hak seorang muslim dengan muslim lainnya adalah bila dimintai nasihat oleh saudaranya tentang sesuatu maka ia harus memberinya, dalam artian ia harus menjelaskan kepada saudaranya itu apa yang baik dan benar. Dalam sebuah hadits yan diriwayatkan oleh Al-Bukhari disebutkan bahwa: "Bila salah seorang dari kamu meminta nasihat kepada saudaranya maka hendaknya (yang diminta) memberi nasihat." Dalam hadits lain yang juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari disebutkan bahwa: "Agama adalah nasihat bagi Allah, bagi Rasul-Nya, untuk para pemimpin umat Islam dan untuk para orang awamnya."

Saling menasihati di antara sesama muslim adalah kewajiban. Karena di satu sisi bangkit dengan kebenaran adalah sangat sulit sementara di sisi lain hambatan-hambatan untuk menegakkannya sangat banyak, misalnya: hawa nafsu, logika kepentingan, tirani thaghut, dan tekanan kezhaliman. Pemberian nasihat merupakan pengingatan, dorongan dan pemberitahuan bahwa kita satu sasaran dan satu tujuan akhir. Semua kader senantiasa bersama-sama dalam menanggung beban dan mengusung amanat. Bila saling menasihati ini kita lakukan bersama-sama, dimana berbagai kecenderungan individu bertemu dan saling berinteraksi, maka akan menjadi berlipat gandalah kekuatan kita untuk menegakkan kebenaran. Masyarakat Islam tidak akan tegak kecuali dijaga oleh para penganutnya (muslim) yang saling tolong menolong, saling menasihati dan memiliki solidaritas yang tinggi.

Para salafus shalih telah memberikan contoh luar biasa dalam hal saling menasihati. Sebagai contoh adalah Umar bin Al Khatab r.a. Pada suatu kesempatan ketika banyak pembesar sahabat yang mengelilinginya tiba-tiba salah seorang sahabat berkata: Ittaqillaha ya Umar (bertaqwalah kepada Allah wahai Umar). Para sahabat yang mengetahui kedudukan keislaman Umar marah kepadanya, namun Umar bin Al Khatab r.a mencegah kemarahan sahabat-sahabatnya seraya berkata: "Biarkanlah dia berkata demikian, sesungguhnya tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak mau mengatakannya, dan tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak mau mendengarnya.”

Itulah Umar yang termasuk dalam golongan sepuluh orang yang mendapat kabar gembira dijamin masuk surga, beliau sangat perhatian terhadap setiap nasihat yang benar yang ditujukan kepadanya. Kita sebagai umat muslim dan sekaligus penggiat dakwah yang menjadi stabilisator umat, harus saling menasihati dan saling menerima berbagai nasihat yang baik dengan lapang dada, bahkan harus berterima kasih kepada yang mau memberi nasihat. Wallahu a’lam. (Admin)



Bagikan:

MELALAIKAN AMANAH: Jalan Menuju Kegagalan dan Kehancuran


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui (Q.S. Al-Anfaal 27).

Ayat di atas mengaitkan orang-orang beriman dengan amanah atau larangan berkhianat. Bahwa di antara indikator keimanan seseorang adalah sejauh mana dia mampu melaksanakan amanah. Demikian pula sebaliknya bahwa ciri khas orang munafik adalah khianat dan melalaikan amanah-amanahnya. Amanah, dari satu sisi dapat diartikan dengan tugas, dan dari sisi lain diartikan kredibilitas dalam menunaikan tugas. Sehingga amanah sering dihubungkan dengan kekuatan. Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya" (Q.S. Al-Qhashash 26). Oleh karena itu marilah kita kuatkan keimanan dan ruhiyah kita. Kita kuatkan ilmu dan tsaqafah kita. Serta kita kuatkanlah fisik dan segala sarana yang dapat digunakan untuk memikul amanah.

Hidup ini tidak lain adalah sebuah safari atau perjalanan panjang dalam melaksanakan amanah dari Allah SWT. Dalam hidupnya manusia dibatasi oleh empat dimensi; bumi tempat beramal, waktu atau umur sebagai sebuah kesempatan beramal, nilai Islam yang menjadi landasan amal dan potensi diri sebagai modal beramal. Maka orang yang bijak adalah orang yang senantiasa mengukur keterbatasan-keterbatasan dirinya untuk sebuah produktivitas yang tinggi dan hasil yang membahagiakan. Orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang senantiasa sadar bahwa detik-detik hidupnya adalah karya dan amal shalih. Kehidupannya di dunia sangat terbatas sehingga tidak akan disia-siakannya untuk hal-hal yang sepele, remeh, apalagi perbuatan yang dibenci (makruh) dan haram.

Setiap amanah akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Pertanyaan akan ditujukan atas amanah yang dibebankan kepada kita. Barang siapa yang menunaikan amanah sekecil apapun, niscaya akan dilihat Allah SWT. Dan barang siapa yang melalaikan amanah sekecil apapun niscaya akan juga dilihat. Manusia tidak akan dapat lari dari tanggung jawab itu. Karena tempat yang ditinggali adalah bumi Allah SWT, umur yang dimiliki adalah ketentuan Allah SWT, potensi yang ada adalah anugerah Allah SWT dan nilai Islam adalah tolak ukur dari pelaksanaan amanah tersebut. Kemudian mereka akan datang menghadap Allah SWT.

Oleh karena itu sekecil apapun amanah yang dilaksanakan akan memiliki dampak positif berupa kebaikan. Dan sekecil apapun amanah yang disia-siakan, niscaya memiliki dampak negatif berupa keburukan. Dampak itu bukan hanya mengenai dirinya tetapi juga mengenai umat manusia secara umum. Seorang mukmin yang bekerja mencari nafkah dengan cara yang halal dan baik akan memberikan dampak positif berupa ketenangan jiwa dan kebahagiaan bagi keluarganya. Apalagi bila dia mampu memberi sedekah dan infak kepada yang membutuhkan. Sebaliknya seorang yang menganggur dan malas akan menimbulkan dampak negatif berupa keburukan, terlantarnya keluarga, kekisruhan, keributan dan beban bagi orang lain.

Kesalahan kecil dalam menunaikan amanah seringkali menimbulkan bahaya yang fatal. Bukankah terjadinya kecelakaan mobil ditabrak kereta, disebabkan hanya karena sopirnya lengah atau sang penjaga pintu rel kereta tidak menutupnya? Perjalanan Islam telah menorehkan pengalaman betapa kesalahan dalam melaksanakan amanah mengakibatkan kerugian dan musibah. Pada saat perang Uhud, Rasulullah SAW. memerintahkan satu pasukan pemanah untuk tetap berjaga di bukit Uhud dan tidak meninggalkan pos itu. Tetapi, ketika tentara Islam sudah di ambang kemenangan, dan sebagian yang lain bersorak sambil memunguti rampasan perang, maka pasukan pemanah pun tergoda dan ikut-ikutan mengambil rampasan perang itu. Akhirnya pasukan kafir berhasil memukul mundur pasukan umat Islam, dan rampasan perang raib dari tangan mereka. Lebih tragis dari itu adalah darah segar berceceran dari muka Rasulullah SAW, akibat amanah yang dilalaikan.

Harta, wanita dan kekuasaan memang merupakan sarana yang paling ampuh digunakan setan untuk menggoda orang beriman agar melalaikan amanah, bahkan meninggalkannya sama sekali. Betapa sebagian umat muslim yang ketika tidak memiliki sarana harta yang cukup dan tidak ada kekuasaan yang disandangnya, begitu istiqamah menjalankan amanah. Tetapi setelah mendapatkan harta dan kekuasaan, amanah itu ditinggalkan atau bahkan berhenti dari jalan kebaikan dan keluar dari barisan umat muslim.

Oleh karena itu waspadalah terhadap harta, wanita dan kekuasaan. Itu semua hanya sarana untuk melaksanakan amanah dan jangan sampai menimbulkan fitnah yang berakibat pada melalaikan amanah. Di balik menunaikan amanah, terkadang ada bunga-bunga yang mengiringinya, harta yang menggiurkan, wanita yang menggoda. Sehingga orang yang beriman harus senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dengan demikian orang-orang yang beriman harus benar-benar melaksanakan amanah umat dan tidak memberikan amanah kepada orang-orang yang bukan ahlinya. Orang beriman adalah khairu ummah (umat terbaik) yang harus mengamankan amanah umat. Dan ketika amanah dipegang oleh orang yang bukan ahlinya, maka umat Islam harus melakukan jihad dan amar ma’ruf nahi munkar. Rasulullah SAW. bersabda: "Seutama-utamanya jihad adalah kalimat yang benar kepada penguasa yang zhalim” (HR Ibnu Majah, Ahmad, At-Thabrani, Al-Baihaqi dan An-Nasai).

Hidup adalah pilihan-pilihan. Dan pilihan melaksanakan amanah adalah konsekuensi sebagai manusia dan konsekuensi sebagai muslim. Oleh karenanya sandaran yang paling baik adalah Allah SWT dan teman yang paling baik adalah orang-orang yang shalih. Maka kuatkan hubungan dengan Allah SWT dan tingkatkan ukhuwah Islamiyah, niscaya kita akan sukses melaksanakan amanah itu, sebesar apapun. Marilah kita melaksanakan amanah yang diberikan Allah kepada kita dengan penuh keikhlasan, kesungguhan, kesabaran, lapang dada, keseriusan dan tanggung jawab. Jika tidak, maka akan terjadi kehancuran dan kerusakan. Wallahu a’lam. (Admin)










Bagikan:

GENERASI RABBANI ABAD INI


Para pembaca sekalian, bagaimana kabar Anda hari ini? 
Subhanallah, saya yakin pasti hari ini Allah SWT masih sangat sayang sama kita semua. 
Dan Allah SWT akan terus menyayangi kita selama kita juga 'menyayangi' agama-Nya yang mulia ini, Islam.

Di abad 21 ini bangsa dan umat Islam membutuhkan sosok generasi yang mampu menjawab tantangan dan memberikan solusi dari berbagai permasalah yang dihadapi oleh umat, bangsa, atau bahkan dunia ini.
Sosok inilah yang nanti akan menjadi public figure bagi generasi pada masanya atau bahkan setelahnya. Adapun generasi yang diinginkan itu adalah sesosok generasi yang berkarakter rabbani.

Ya. Generasi yang berkarakter rabbani-lah jawabannya. Istilah 'generasi rabbani' sering kita jumpai menghiasi jaket-jaket para mahasiswa yang menjadi aktivis Islam. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan generasi rabbani itu? Adakah contohnya di zaman sekarang ini? Untuk menjawab semua pertanyaan itu marilah kita tengok sebentar sebuah ayat yang ada di dalam Al-Quran surat Ali 'Imran ayat 79. "… Tetapi hendaklah kalian menjadi orang-orang Rabbani, disebabkan kalian terus mengajarkan Al Kitab, dan kalian senantiasa mempelajarinya."

Dari ayat tersebut kita sebenarnya sudah bisa menarik kesimpulan siapa aja yang sebenarnya dimaksud sebagi sosok genrerasi yang berkarakter rabbani itu. Adalah generasi yang senantiasa belajar Al Kitab (baca: Al-Quran). Tak hanya sekedar mempelajarinya. Namun, mereka juga mengajarkannya kepada sesamanya atau generasi yang lain. Itulah sosok generasi yang akan mampu menjawab tantangan, memberikan solusi dari permasalahan yang dihadapi umat, dan menjadi public figure bagi generasi pada masanya dan bahkan setelahnya.

Terkait generasi yang berkarakter rabbani ini, ada sebuah penafsiran yang menarik dari sesorang tokoh yang bernama Al Imam Ibnu Jarir Ath Thabari. Beliau menafsirkan bahwa generasi yang berkarakter rabbani itu memiliki 5 (lima) karakter yang sangat khas. Kelima karakter itu terhimpun dalam satu tubuh. Mereka saling mendukung satu sama lain.

Karakter yang pertama adalah berilmu dan cerdas (berwawasan). Mereka mempunya motivasi belajar yang membara. Belajar dan belajar. Sehingga mereka mampu menguasi ilmu-ilmu tertentu. Ilmu yang dimaksudkan disini tentunya adalah ilmu Allah dalam konteks luas dan bermacam-macam. Namun secara umum, ilmu disini dibagi menjadi dua, yaitu ilmu khusus dan ilmu umum. Ilmu khusus adalah ilmu yang diturunkan melalui jalur wahyu Allah SWT. Sementara ilmu umum adalah ilmu yang diilhamkan oleh Allah SWT kepada manusia. Dengan kemampuan yang dimiliki manusia, ilmu itu dapat dirumuskan/dilahirkan. Jadi, yang dimaksud ilmu disini adalah sebuah keahlian (spesialisasi) dalam bidang tertentu. Contohnya; ilmu kedokteran, teknik, bahasa, sastra, pertanian, dan sebagainya. Alhamdulillah, dalam hal ini sudah dapat dicapai oleh para mahasiswa. Karena, kalangan mahasiswa memiliki sebuah kesempatan yang sangat luas untuk menguasai keahlian khusus tersebut. Sedangkan, untuk kalangan di luar mahasiswa, hal ini dapat diwujudkan dengan cara belajar dan belajar terus. Sampai spesialisasi itu dicapai.

Karakter yang kedua adalah memahami Islam dengan baik. Mereka adalah generasi yang faqih. Adapun yang harus difahami adalah berbagai prinsip dasar dalam Islam. Setidaknya mereka memahami aqidah, fiqih ibadah, akhlak, muamalah, halal dan haram serta hal-hal yang wajib dikuasai. Sehingga, mereka mampu menjadi seorang yang faqih sya’bi (faqih ditengah-tengah masyarakatnya). Sederhanya, jangan sampai ketika ditanya apa hukumnya memakan katak, mereka tidak dapat menjawabnya. Jika generasi ini selalu meningkatkan atau meng-up grade pemahaman ilmu-ilmu dinullah yang mulia ini, maka generasi ini tidak akan pernah keluar dari “relnya”. Yaitu Islam.

Karakter yang ketiga adalah mempunyai pengetahuan dan faham tentang politik. Mereka tidaklah cukup hanya berbekal dengan kafaah syar’I dan ilmiyah-nya saja. Mereka harus faham akan siyasah (politik). Mungkin para pembaca ada yang sedikit trauma dengan istilah 'politik'. Hal ini karena politik selalu diidentikkan dengan kecurangan dan kekotoran. Namun, yang dimaksud politik disini bukanlah politik dalam arti sempit (baca: politik praktis). Namun, politik dalam arti luas. Yaitu, segala sesuatu yang berurusan dengan rakyat dan negara. Mereka adalah generasi yang peka terhadap kondisi masyarakat dan negaranya. Sehingga mereka mampu berkontribusi dengan maksimal untuk bangsa dan umat ini.

Karakter yang keempat adalah memahami aspek manajemen dengan baik. Generasi ini memiliki tabiat teratur dalam segala urusannya. Aktifitas ataupun program apapun akan hancur berantakan jika tanpa pengaturan/manajemen yang baik. Jangankan aktifitas yang berhubungan dengan program kelembagaan, diri sendiri saja jika tanpa memiliki manajemen yang baik, maka seluruh hidupnya pun juga berjalan dengan tidak baik. Kesuksesan akan semakin sulit dicapai. Ilmu manajemen mutlak harus dikuasai oleh generasi ini. Karena dengan penguasaan manajemen yang baik sejak dini, niscaya generasi ini ke depan akan semakin meraih kesuksesan dan tentunya insya Allah membawa keberkahan.

Karakter yang terakhir (kelima) adalah mampu menjalankan semua urusan umat. Tentunya yang mendatangkan kemashlahatan bagi umat, baik dalam urusan dunia atau akhirat. Generasi ini memiliki kepedulian yang besar terhadap kepentingan-kepentingan umum.

Demikianlah gambaran generasi yang berkarakter rabbani. 

Adakah diantara kita yang telah menjadi generasi rabbani? 
(admin)











Bagikan:

Solusi Bolos Kerja


Sering kali pegawai kantoran belum juga masuk kantor pada hari pertama setelah masa liburan atau cuti bersama usai. Fenomena ini sering juga mewarnai pemberitaan di berbagai media. Hampir setiap tahun ada fenomena dan pemberitaan ini. Seolah-olah sudah menjadi tradisi atau kebiasaan. Sehingga fenomena tidak masuk kantor pada hari pertama setelah masa liburan atau cuti bersama usai dianggap wajar. Bagaimana pandangan Islam terkait fenomena ini?

Dalam menegakkan suatu aturan (hukum), manusia yang memiliki kepribadian yang baik mutlak diperlukan. Mereka adalah manusia yang baik dalam memilih pemimpin atau wakilnya. Jika dia terpilih menjadi wakil rakyat, dia akan baik dalam menjalankan amanah pemilihnya. Dia juga baik dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Yang dimaksud dengan manusia yang baik ini adalah manusia yang shaleh. Oleh sebab itu, pembentukan manusia yang shaleh sangatlah diperlukan.

Dari pembentukan ini akan muncul suatu pendidikan, pengarahan, hukum, dan undang-undang Islam. Maka dari titik inilah sebenarnya akan muncul solusi terkait fenomena yang terjadi tadi. Solusi yang bukan hanya dibuat oleh manusia. Bukan juga solusi yang hanya berpegang teguh pada kekuasaan, perundang-undangan, atau pengawasan pimpinan semata. Adalah solusi yang berpegang teguh pada nurani yang hidup dan hati yang beriman.

Pada saat orang-orang (para pegawai) itu masuk kantor karena takut dengan pimpinan pemegang kekuasaan atau sanksi yang akan diberikan jika mereka melanggar, maka solusi yang diterapkan oleh institusi itu gagal dan lemah. Meskipun kenyataannya memang para pegawai/karyawan terlihat taat aturan (hukum). Tetapi ketaatan mereka adalah ketaatan semu. Tidak berasal dari hati dan nurani yang bersumber dari keimanan.

Manusia yang memiliki hati dan nurani yang berumber dari keimanan akan juga memiliki akhlaq yang bersumber dari keimanan. Tak ada satupun perusahaan, pabrik, atau instansi yang mampu memproduksinya. Kecuali hanya satu yaitu iman kepada Allah SWT dan ajaran-Nya serta alam sesudah dunia (akhirat).

Banyak orang yang menganalisa bahwa fenomena yang terjadi tersebut dikarenakan hilangnya rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh para pegawai. Alasan itu diasumsikan sebagai penyebab utama dibalik keteledoran atau kelalaian para pegawai dalam melaksanakan kewajibannya. Bahkan tidak sedikit yang menyatakan bahwa untuk menyelesaikan fenomena ini perlu diadakan pengarahan dan pelatihan untuk semua pegawai. Beberapa yang lain berargumentasi bahwa hal ini dapat diselesaikan dengan pengawasan dan peraturan yang ketat terhadap para pegawai. Para pengawas harus menginterogasi siapa saja yang dianggap lalai, boros, atau menghambat kerja. 
 
Tetapi, apakah yang dilakukan itu semua telah cukup? Selama dalam diri manusia-manusia itu masih memiliki kecerdasan untuk menghindar dari kejahatan, mengelak dari semua pertanyaan, dan pandai bicara dusta, maka fenomena tersebut akan tetap ada dan bahkan akan memburuk.

Akhirnya, tidak ada solusi dan pilihan lagi. Rasa tanggung jawab kepada Allah SWT di akhirat kelak harus segera ditamankan. Treatment inilah satu-satunya jalan yang dapat dijadikan sebagai penawar dan pembentuk hati dan nurani yang suci, bersih, dan shaleh. Hal ini dilakukan agar manusia taat kepada aturan (hukum). Aturan (hukum) tak mungkin ditegakkan tanpa adanya pembentukan manusia yang shaleh. Pun tak mungkin membentuk manusia yang shaleh tanpa adanya keimanan kepada Allah SWT, ajaran-Nya, dan akhirat. (admin)
 










Bagikan: