Manusia terbaik adalah orang yang paling banyak
manfaat bagi sesamanya. Manusia terbaik adalah orang yang ketika
mendapat tambahan karunia Allah SWT maka secara otomatis kebaikannya
semakin banyak dirasakan oleh orang-orang sekitarnya. Sungguh
menyenangkan bila orang-orang terbaik itu bertebaran di mana-mana,
apalagi mereka menjadi orang pilihan mendapat kepercayaan menjadi
pemimpin.
Duhai amat beruntung sekali bila rakyat dipimpin oleh
manusia-manusia terbaik ini. Pastilah kedamaian akan mewarnai irama
kehidupan. Pastilah kebahagiaan menghiasi wajah-wajah rakyat. Pastilah.
Karena tiada yang saling mendengki. Tiada yang saling serakah terhadap
hak-hak orang lain. Nuansa kehidupan yang bertiup di dada-dada setian
insan hanyalah kebahagiaan bila telah mampu memberikankebahagiaan kepada
sesamanya. Dan para pemimpin itulah yang selalu memberi contoh dan
bimbingan agar menikmati hidup dengan gaya senantiasa memberi dan
memberi.
Namun pengalaman empiris bangsa ini dari beberapa kali
pergantian pemerintahan dan wakil rakyat selalu menunjukkan perilaku
yang sama, yaitu kurang memiliki keberpihakan kepada rakyat. Janji-janji
mendahulukan dan mementingkan rakyat hanya sekadar retorika di masa
kampanye. Setelah terpilih, rakyat hanya dijadikan objek, baik untuk
meningkatkan penghasilan pribadi atau kelompoknya, maupun sebagai
pembenaran atas kebijakan yang tak populis dan menyengsarakan rakyat.
Perilaku ini jelas bertentangan dengan apa yang telah
Rasulullah saw dan para sahabat contohkan. Rasulullah mengatakan
pemimpin suatu kaum adalah pelayan bagi kaum itu. Artinya, tugas
pemimpin itu memberikan pelayanan yang optimal kepada rakyat dengan
memelihara segala urusan, kesejahteraan, dan kemaslahatan rakyatnya.
Rasululullah saw telah mengingatkan para pemimpin yang
tidak amanah bahwa mereka kelak tidak akan pernah mencium wanginya
surga. Rasulullah saw bersabda, ”Tidak seorang hamba pun yang
diserahi oleh Allah untuk memelihara dan mengurusi kemaslahatan rakyat
lalu dia tidak melingkupi rakyat dengan nasihat kecuali ia tidak akan
mencium harumnya surga.” (HR Bukhari).
Dalam riwayat yang lain Rasulullah saw menegaskan, ”Tidak
seorang hamba pun yang diserahi Allah memelihara dan mengurus
(kepentingan) rakyat, lalu meninggal, sementara ia menipu rakyatnya,
kecuali Allah mengharamkan atas dirinya surga.” (HR Muslim, Ahmad, dan ad-Darimi).
Bahkan, Rasulullah saw mendoakan pemimpin yang
menyengsarakan umatnya agar Allah menimpakan kesengsaraan yang sama
kepada mereka. Beliau berdoa, ”Ya Allah, siapa saja yang memegang
urusan umatku dan bersikap memberatkan atau menyulitkan mereka, maka
balaslah dengan perlakuan yang sama. Siapa saja yang memegang urusan
umatku lalu bersikap lembut kepada mereka, balaslah dengan perlakuan
yang sama.” (HR Muslim).
Uraian diatas jelas menunjukkan betapa besar azab dan
siksa yang akan diterima oleh para pemimpin yang diberikan amanah untuk
mengurusi rakyatnya, tetapi tidak amanah dan membuat kebijakan-kebijakan
yang menyengsarakan rakyat. Azab dan siksa ini tentu bukan hanya
diterima di dunia saja. Tetapi, yang lebih dahsyat di akhirat kelak
ketika semua dihadapkan kepada pengadilan Yang Maha Adil, Allah SWT.
Para pemimpin dan wakil rakyat yang diberikan amanah
memimpin bangsa ini seharusnya merenungi semua apa yang Rasulullah saw
ajarkan dalam masalah memimpin rakyat. Bahkan, sebaiknya mereka patut
berguru kepada kesuksesan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau seorang
pemimpin yang masih muda, tetapi dapat mensejahterakan rakyatnya dalam
waktu yang relatif singkat.
Kuncinya, beliau menanamkan pemerintahan yang bersih,
menghilangkan fasilitas-fasilitas yang memboroskan kas negara, menutup
kebocoran anggaran, mengorbankan harta pribadinya untuk kepentingan
rakyat, menegakkan hukum dengan adil dan selalu menasihati rakyatnya
untuk selalu taat kepada Allah dan rasul-Nya.
Kasihan sekali bila ada pemimpin tertawa-tertawa di atas
kedustaan demi kedustaan kepada rakyat. Kasihan, sebenarnya dia sedang
menipu diri-sendiri. Kasihan, dia bangga dengan kemuliaan dan
kebahagiaan semu! Kasihan.