"Menyebarluaskan Pengetahuan..."

Pemimpin yang Menipu Diri Sendiri


Manusia terbaik adalah orang yang paling banyak manfaat bagi sesamanya. Manusia terbaik adalah orang yang ketika mendapat tambahan karunia Allah SWT maka secara otomatis kebaikannya semakin banyak dirasakan oleh orang-orang sekitarnya. Sungguh menyenangkan bila orang-orang terbaik itu bertebaran di mana-mana, apalagi mereka menjadi orang pilihan mendapat kepercayaan menjadi pemimpin.
 
Duhai amat beruntung sekali bila rakyat dipimpin oleh manusia-manusia terbaik ini. Pastilah kedamaian akan mewarnai irama kehidupan. Pastilah kebahagiaan menghiasi wajah-wajah rakyat. Pastilah. Karena tiada yang saling mendengki. Tiada yang saling serakah terhadap hak-hak orang lain. Nuansa kehidupan yang bertiup di dada-dada setian insan hanyalah kebahagiaan bila telah mampu memberikankebahagiaan kepada sesamanya. Dan para pemimpin itulah yang selalu memberi contoh dan bimbingan agar menikmati hidup dengan gaya senantiasa memberi dan memberi.
 
Namun pengalaman empiris bangsa ini dari beberapa kali pergantian pemerintahan dan wakil rakyat selalu menunjukkan perilaku yang sama, yaitu kurang memiliki keberpihakan kepada rakyat. Janji-janji mendahulukan dan mementingkan rakyat hanya sekadar retorika di masa kampanye. Setelah terpilih, rakyat hanya dijadikan objek, baik untuk meningkatkan penghasilan pribadi atau kelompoknya, maupun sebagai pembenaran atas kebijakan yang tak populis dan menyengsarakan rakyat.
 
Perilaku ini jelas bertentangan dengan apa yang telah Rasulullah saw dan para sahabat contohkan. Rasulullah mengatakan pemimpin suatu kaum adalah pelayan bagi kaum itu. Artinya, tugas pemimpin itu memberikan pelayanan yang optimal kepada rakyat dengan memelihara segala urusan, kesejahteraan, dan kemaslahatan rakyatnya.
 
Rasululullah saw telah mengingatkan para pemimpin yang tidak amanah bahwa mereka kelak tidak akan pernah mencium wanginya surga. Rasulullah saw bersabda, ”Tidak seorang hamba pun yang diserahi oleh Allah untuk memelihara dan mengurusi kemaslahatan rakyat lalu dia tidak melingkupi rakyat dengan nasihat kecuali ia tidak akan mencium harumnya surga.” (HR Bukhari).
 
Dalam riwayat yang lain Rasulullah saw menegaskan, ”Tidak seorang hamba pun yang diserahi Allah memelihara dan mengurus (kepentingan) rakyat, lalu meninggal, sementara ia menipu rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan atas dirinya surga.” (HR Muslim, Ahmad, dan ad-Darimi).
 
Bahkan, Rasulullah saw mendoakan pemimpin yang menyengsarakan umatnya agar Allah menimpakan kesengsaraan yang sama kepada mereka. Beliau berdoa, ”Ya Allah, siapa saja yang memegang urusan umatku dan bersikap memberatkan atau menyulitkan mereka, maka balaslah dengan perlakuan yang sama. Siapa saja yang memegang urusan umatku lalu bersikap lembut kepada mereka, balaslah dengan perlakuan yang sama.” (HR Muslim).
 
Uraian diatas jelas menunjukkan betapa besar azab dan siksa yang akan diterima oleh para pemimpin yang diberikan amanah untuk mengurusi rakyatnya, tetapi tidak amanah dan membuat kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Azab dan siksa ini tentu bukan hanya diterima di dunia saja. Tetapi, yang lebih dahsyat di akhirat kelak ketika semua dihadapkan kepada pengadilan Yang Maha Adil, Allah SWT.
 
Para pemimpin dan wakil rakyat yang diberikan amanah memimpin bangsa ini seharusnya merenungi semua apa yang Rasulullah saw ajarkan dalam masalah memimpin rakyat. Bahkan, sebaiknya mereka patut berguru kepada kesuksesan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau seorang pemimpin yang masih muda, tetapi dapat mensejahterakan rakyatnya dalam waktu yang relatif singkat.
 
Kuncinya, beliau menanamkan pemerintahan yang bersih, menghilangkan fasilitas-fasilitas yang memboroskan kas negara, menutup kebocoran anggaran, mengorbankan harta pribadinya untuk kepentingan rakyat, menegakkan hukum dengan adil dan selalu menasihati rakyatnya untuk selalu taat kepada Allah dan rasul-Nya.
 
Kasihan sekali bila ada pemimpin tertawa-tertawa di atas kedustaan demi kedustaan kepada rakyat. Kasihan, sebenarnya dia sedang menipu diri-sendiri. Kasihan, dia bangga dengan kemuliaan dan kebahagiaan semu! Kasihan. 












Bagikan: