Ayat di atas mengaitkan orang-orang beriman dengan amanah atau larangan berkhianat. Bahwa
di antara indikator keimanan seseorang adalah sejauh mana dia mampu
melaksanakan amanah. Demikian pula sebaliknya bahwa ciri khas orang
munafik adalah khianat dan melalaikan amanah-amanahnya. Amanah, dari
satu sisi dapat diartikan dengan tugas, dan dari sisi lain diartikan
kredibilitas dalam menunaikan tugas. Sehingga amanah sering dihubungkan
dengan kekuatan. Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya orang yang paling
baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat
lagi dapat dipercaya" (Q.S. Al-Qhashash 26). Oleh karena itu marilah
kita kuatkan keimanan dan ruhiyah kita. Kita kuatkan ilmu dan tsaqafah
kita. Serta kita kuatkanlah fisik dan segala sarana yang dapat digunakan
untuk memikul amanah.
Hidup ini tidak lain adalah sebuah safari atau perjalanan panjang dalam melaksanakan amanah dari Allah SWT. Dalam hidupnya manusia dibatasi oleh empat dimensi; bumi tempat beramal, waktu atau umur sebagai sebuah kesempatan beramal, nilai Islam yang menjadi landasan amal dan potensi diri sebagai modal beramal. Maka orang yang bijak adalah orang yang senantiasa mengukur keterbatasan-keterbatasan dirinya untuk sebuah produktivitas yang tinggi dan hasil yang membahagiakan. Orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang senantiasa sadar bahwa detik-detik hidupnya adalah karya dan amal shalih. Kehidupannya di dunia sangat terbatas sehingga tidak akan disia-siakannya untuk hal-hal yang sepele, remeh, apalagi perbuatan yang dibenci (makruh) dan haram.
Setiap amanah akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Pertanyaan akan ditujukan atas amanah yang dibebankan kepada kita. Barang siapa yang menunaikan amanah sekecil apapun, niscaya akan dilihat Allah SWT. Dan barang siapa yang melalaikan amanah sekecil apapun niscaya akan juga dilihat. Manusia tidak akan dapat lari dari tanggung jawab itu. Karena tempat yang ditinggali adalah bumi Allah SWT, umur yang dimiliki adalah ketentuan Allah SWT, potensi yang ada adalah anugerah Allah SWT dan nilai Islam adalah tolak ukur dari pelaksanaan amanah tersebut. Kemudian mereka akan datang menghadap Allah SWT.
Oleh karena itu sekecil apapun amanah yang dilaksanakan akan memiliki dampak positif berupa kebaikan. Dan sekecil apapun amanah yang disia-siakan, niscaya memiliki dampak negatif berupa keburukan. Dampak itu bukan hanya mengenai dirinya tetapi juga mengenai umat manusia secara umum. Seorang mukmin yang bekerja mencari nafkah dengan cara yang halal dan baik akan memberikan dampak positif berupa ketenangan jiwa dan kebahagiaan bagi keluarganya. Apalagi bila dia mampu memberi sedekah dan infak kepada yang membutuhkan. Sebaliknya seorang yang menganggur dan malas akan menimbulkan dampak negatif berupa keburukan, terlantarnya keluarga, kekisruhan, keributan dan beban bagi orang lain.
Kesalahan kecil dalam menunaikan amanah seringkali menimbulkan bahaya yang fatal. Bukankah terjadinya kecelakaan mobil ditabrak kereta, disebabkan hanya karena sopirnya lengah atau sang penjaga pintu rel kereta tidak menutupnya? Perjalanan Islam telah menorehkan pengalaman betapa kesalahan dalam melaksanakan amanah mengakibatkan kerugian dan musibah. Pada saat perang Uhud, Rasulullah SAW. memerintahkan satu pasukan pemanah untuk tetap berjaga di bukit Uhud dan tidak meninggalkan pos itu. Tetapi, ketika tentara Islam sudah di ambang kemenangan, dan sebagian yang lain bersorak sambil memunguti rampasan perang, maka pasukan pemanah pun tergoda dan ikut-ikutan mengambil rampasan perang itu. Akhirnya pasukan kafir berhasil memukul mundur pasukan umat Islam, dan rampasan perang raib dari tangan mereka. Lebih tragis dari itu adalah darah segar berceceran dari muka Rasulullah SAW, akibat amanah yang dilalaikan.
Harta, wanita dan kekuasaan memang merupakan sarana yang paling ampuh digunakan setan untuk menggoda orang beriman agar melalaikan amanah, bahkan meninggalkannya sama sekali. Betapa sebagian umat muslim yang ketika tidak memiliki sarana harta yang cukup dan tidak ada kekuasaan yang disandangnya, begitu istiqamah menjalankan amanah. Tetapi setelah mendapatkan harta dan kekuasaan, amanah itu ditinggalkan atau bahkan berhenti dari jalan kebaikan dan keluar dari barisan umat muslim.
Oleh karena itu waspadalah terhadap harta, wanita dan kekuasaan. Itu semua hanya sarana untuk melaksanakan amanah dan jangan sampai menimbulkan fitnah yang berakibat pada melalaikan amanah. Di balik menunaikan amanah, terkadang ada bunga-bunga yang mengiringinya, harta yang menggiurkan, wanita yang menggoda. Sehingga orang yang beriman harus senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dengan demikian orang-orang yang beriman harus benar-benar melaksanakan amanah umat dan tidak memberikan amanah kepada orang-orang yang bukan ahlinya. Orang beriman adalah khairu ummah (umat terbaik) yang harus mengamankan amanah umat. Dan ketika amanah dipegang oleh orang yang bukan ahlinya, maka umat Islam harus melakukan jihad dan amar ma’ruf nahi munkar. Rasulullah SAW. bersabda: "Seutama-utamanya jihad adalah kalimat yang benar kepada penguasa yang zhalim” (HR Ibnu Majah, Ahmad, At-Thabrani, Al-Baihaqi dan An-Nasai).
Hidup adalah pilihan-pilihan. Dan pilihan melaksanakan amanah adalah konsekuensi sebagai manusia dan konsekuensi sebagai muslim. Oleh karenanya sandaran yang paling baik adalah Allah SWT dan teman yang paling baik adalah orang-orang yang shalih. Maka kuatkan hubungan dengan Allah SWT dan tingkatkan ukhuwah Islamiyah, niscaya kita akan sukses melaksanakan amanah itu, sebesar apapun. Marilah kita melaksanakan amanah yang diberikan Allah kepada kita dengan penuh keikhlasan, kesungguhan, kesabaran, lapang dada, keseriusan dan tanggung jawab. Jika tidak, maka akan terjadi kehancuran dan kerusakan. Wallahu a’lam. (Admin)