Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam untuk para pembaca sekalian yang berbahagia dimanapun anda berada. Senang sekali penulis dalam kesempatan kali ini bisa menghadirkan kembali tulisan kepada saudara semuanya.
Pada kesempatan kali ini penulis berusaha menghadirkan sebuah tema tentang maraknya orang tua yang meminta subsidi pulsa paket internet kepada pihak penyelenggara pendidikan. Penulis sengaja mengangkat tema ini karena dari beberapa diskusi yang masuk kepada penulis banyak yang membahas terkait tema ini, khususnya para wali murid/orang tua yang anaknya menjalani proses belajar jarak jauh atau belajar dari rumah (BDR). Mulai dari pembahasan dan diskusi dengan nada bercanda sampai tahap serius.
Kondisi pandemi seperti saat ini menuntut mengubah konsep proses belajar mengajar antara penyelenggara pendidikan terhadap para siswa mereka. Kondisi ini disikapi dengan metode belajar jarak jauh atau belajar dari rumah. Media yang digunakan sangat beragam, mulai dari group WA, youtube, Google Form, website, quizziz, video streaming, video/voice call, teleconference, dan lain-lain.
Perubahan kondisi belajar offline (di sekolah) menjadi online (di rumah), awalnya sangat menarik bagi siswa dan orang tua. Namun, setelah hari demi hari dilalui, ternyata mulailah muncul beberapa permasalahan. Salah satunya adalah pembelian pulsa paket internet untuk pembelajaran online mulai terasa.
Dengan jumlah anak yang beragam dan dengan jenjang pendidikan yang beragam pula, masing-masing keluarga orang tua/wali murid merasakan betul besaran pengeluaran pembelian pulsa paket internet untuk pembelajaran online.
Pada saat ada diskusi, usulan, dan saran yang disampaiakan para wali murid/orang tua kepada penulis, penulis merasa bahwa hal itu adalah wajar. Apakah ini berarti penulis sepakat dengan permintaan orang tua/wali murid tadi? Jawaban penulis adalah TIDAK. Lalu bagaimana dong?
Dengan tulisan ini, penulis berharap kita semuanya bisa bijak dalam menyikapi hal ini. Penyelenggara pendidikan yang mampu memahami kondisi orang tua/wali murid. Dan orang tua/wali murid yang juga mampu memahami penyelenggara pendidikan.
Mari sejenak kita melihat dari sudut pandang orang tua/wali murid yang anak-anaknya menjalani kegiatan belajar dari rumah (BDR).
Kita asumsikan orang tua/wali murid itu memiliki 1 anak. Dalam sehari anak tersebut mengikuti pembelajaran 2-3 mata pelajaran. Satu mapel bisa melakukan kegiatan dalam bentuk menonton video di YouTube, membuka website, mengirim tugas melalui Google form, membuat video call atau melakukan pembelajaran langsung tatap muka video streaming atau teleconference dengan aplikasi tertentu. Dimana tidak sedikit dalam sekali pemakaian untuk menyelesaikan tugas 1 mata pelajaran saja bisa menghabiskan kuota 1 sampai 2 Gigabyte. Tentu dari sini sudah terlihat biayanya berapa.
Kondisi itu jika untuk 1 mata pelajaran saja. Bagaimana jika itu menjadi 2-3 mapel dalam satu hari? Bagaimana jika keluarga itu memiliki 2-3 anak yang memiliki jenjang pendidikan yang berbeda-beda?
Tentu kondisi pengeluaran untuk kuota paket internet keluarga ini menjadi membengkak. Jadi wajar jika orang tua/wali murid tersebut menyampaikan usulan adanya subsidi dari pihak penyelenggara pendidikan terhadap mereka.
Tetapi mari kita sejenak melihat dari sisi yang lain. Mari kita coba merenung dan kita analisa lebih detail.
Dalam kondisi belajar dari rumah memang di satu sisi pengeluaran untuk pembelian kuota paket menjadi bertambah. Tetapi apakah pengeluaran yang lain justru berkurang. Yang penulis maksud adalah memang di satu sisi pembelian kuota paket internet bertambah tetapi di sisi yang lain ternyata ada pengeluaran yang berkurang.
Mari sekarang kita bersama-sama mengevaluasi. Selama anak-anak berkegiatan belajar di rumah, orang tua/wali murid tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi, biaya ojek, dan bahan bakar untuk mengantar dan menjemput anak mereka ke sekolah.
Orang tua/wali murid juga tidak perlu memberikan uang saku harian kepada anak-anak mereka. Mereka juga tidak perlu memberikan atau membawakan bekal snack dan bekal makan siang atau pembelian di catering lembaga untuk anak-anak mereka. Serta penggunaan alat tulis yang jauh lebih terkontrol pada saat belajar di rumah sehingga tidak cepat rusak yang menjadikan anak-anak beli alat tulis kembali.
Nah, dari pengeluaran-pengeluaran harian itu tadi kalau kita coba kalkulasikan selama 5 hari pengeluaran maka sebenarnya tidak jauh berbeda dengan harga pembelian pulsa paket internet yang telah dibeli oleh orang tua/wali murid untuk proses belajar di rumah.
Sekarang mari kita coba melihat dari sudut pandang pengelola pendidikan. Pengelola pendidikan yang profesional tentu tidak akan pernah "menari di atas penderitaan orang lain". Mereka akan senantiasa mencari solusi, memberikan layanan yang terbaik, dan berusaha terbuka terhadap berbagai saran dan kritik yang masuk dari orang tua/wali murid.
Itulah kiranya yang penulis rasakan, temui, dan lakukan di sebuah lembaga penyelenggara pendidikan tempat penulis bekerja. Lembaga, melalui segenap sumber dayanya, berusaha memberikan solusi, memberikan layanan yang terbaik, dan terbuka terhadap berbagai saran dan kritik dari orang tua/wali murid.
Itu artinya kita harus bijak dalam melihat sebuah kebiasaan baru yang terjadi dalam kehidupan kita. Perubahan yang baru, penambahan dalam pengeluaran ternyata diikuti dengan pengurangan pengeluaran di sisi yang lain. Itu mengakibatkan kondisi keuangan kita yang sebenarnya tetap stabil. Hanya saja yang berubah adalah aktivitas kita dalam menghadapi situasi yang seperti ini. Terkecuali adanya pengeluaran lain yang menyebabkan keuangan keluarga menjadi tidak stabil.
Oleh sebab itu, penulis mengajak kepada para pembaca yang mungkin para pembaca adalah para orang tua/wali murid yang memiliki kondisi yang sama dalam menghadapi situasi pandemi dan mengharuskan anak-anak untuk belajar dari rumah. Mari bersama-sama mewujudkan situasi kondisi yang kondusif untuk keluarga dan anak-anak sehingga mereka memiliki semangat belajar yang baik. Sehingga mereka mampu mencapai prestasi dan cita-cita yang kita harapkan semuanya.
Demikian sedikit sudut pandang yang bisa kami berikan. Semoga ini menjadi sebuah hasanah wawasan bagi kita semuanya agar lebih bijak dalam mengambil sebuah opini dan sikap terhadap kondisi yang kita alami.
Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
"