"Menyebarluaskan Pengetahuan..."

Anas Bin Malik “Perawi Hadits”


Hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah, membuat orang-orang di Madinah berbahagia. Ketika itu, semua orang di Madinah lantas berlomba-lomba memberikan 
hadiah terbaik mereka kepada Rasulullah yang mulia. 

Di sisi lain, seorang wanita miskin dengan menggendong anaknya yang masih kecil juga tidak mau ketinggalan untuk melihat datangnya manusia paling mulia. Wanita tersebut tidak memiliki apa-apa untuk dihadiahkan pada Rasulullah.

Beberapa lama Rasul tinggal di Madinah, datanglah wanita tersebut bernama Ummu Sulaim dan anaknya yang masih kecil berumur 10 tahun bernama Anas bin Malik.

Ummu Sulaim berkata: “Wahai Rasul, tidak satu pun seorang laki-laki dan perempuan dari Anshar ini, kecuali telah memberi hadiah kepadamu, dan sesungguhnya Aku tidak memiliki apa yang dapat aku berikan kepadamu kecuali anakku ini…. maka ambillah anak ini agar dia dapat membantumu kapan Anda mau.”

Tergugahlah hati Rasul untuk menerimanya, beliau mengusap kepalan Anas bin Malik. Seketika itulah Rasulullah SAW memanjatkan doa-doa untukku, hingga tak tersisa satu pun dari kebikan dunia dan akhirat melainkan beliau doakan bagiku. ‘Ya Allah, karuniailah ia harta dan anak keturunan, serta berkahilah keduanya baginya,’ kata Rasulullah SAW dalam doanya.

Berkat doa inilah, aku menjadi orang Anshar yang paling banyak hartanya,” kata Anas. Anas sangat bahagia dapat menjadi pembantu Rasul, dan hidup terus bersama Rasulullah sampai Rasul kembali kepada Allah. Semasa hidupnya menjadi pembantu Rasul selama sepuluh tahun. 

Kondisi ini sangat dimanfaatkan oleh Anas untuk menimba langsung hidayah dari Rasul, memahami semua sabdanya, mengetahui sifat-sifatnya dan keutamaannya yang tidak dapat diketahui oleh selainnya.

Anas berkata: “Rasulullah SAW adalah orang yang paling baik akhlaqnya, lapang dadanya, dan banyak kasih sayangnya. 

Suatu saat beliau menyuruhku untuk suatu keperluan, ketika aku berangkat aku tidak menuju ke tempat yang Rasul inginkan, namun aku pergi ke tempat anak-anak yang sedang bermain di pasar ikut bermain bersama mereka. 

Ketika aku telah bersama mereka aku merasa ada seseorang berdiri di belakangku dan menarik bajuku, maka aku menoleh, ternyata dia adalah Rasulullah dengan senyum beliau menegurku: “Ya Unais (panggilan kesayangan) apakah kamu sudah pergi ke tempat yang aku perintahkan?” 

Aku gugup menjawabnya: “Ya, ya Rasul, sekarang aku akan berangkat.” Demi Allah aku telah menjadi pembantunya sepuluh tahun, tidak pernah aku mendengar ia menegurku.

Rasulullah SAW jika memanggilnya selalu memanggilnya dengan panggilan rasa sayang dan memanjakan yaitu dengan memanggilnya dengan kata Unais atau ya bunayya. Begitu juga Rasulullah banyak menasihatinya sampai memenuhi hati dan otaknya. 

Di antara nasihat-nasihatnya adalah “Ya bunayya jika engkau mampu setiap pagi dan sore hatimu bersih dari perasaan dengki kepada orang lain maka lakukanlah.”

“Ya bunayya sesungguhnya hal itu adalah sunnahku, barang siapa menghidupkan sunnahku maka mencintaiku, barangsiapa mencintaiku akan bersamaku di surga.”

“Ya bunayya jika engkau menemui keluargamu maka berilah salam niscaya akan menjadi keberkahan bagimu dan bagi keluargamu.”

Anas sepanjang hidupnya selalu mengenang kehidupan Rasulullah. Anas selalu riang setiap kali bertemu dengan Rasulullah, sangat sedih di saat perpisahan, banyak mengulang-ulang sabdanya, sangat perhatian mengikuti perkataan-perkataannya dan perbuatan-perbuatannya, menyenangi apa yang disenangi dan membenci apa yang dibenci. 

Hari yang paling berkesan baginya karena dua peristiwa: Hari yang pertama ia bertemu dengan Rasulullah dan hari saat berpisah dengan Beliau. Apabila terkenang hari yang pertama beliau berbahagia, dan apabila terkenang hari yang kedua terharu yang membuat orang-orang di sekelilingnya ikut menangis. 

Beliau sering berkata: “Sungguh saya melihat Nabi SAW pada hari pertama bersama kita, dan hari pada saat wafatnya, maka tidaklah aku melihat dua hari itu ada kemiripan. Maka pada hari saat masuk ke Madinah menyinari segala sesuatu. Dan pada hari hampir wafatnya, jadilah Madinah kota yang gelap.

Anas, sahabat yang sangat mengharapkan syafaat Rasulullah SAW pada hari kiamat, sering sekali ia mengatakan:“Aku berharap dapat bertemu Rasulullah pada hari kiamat dan mengatakan kepada Rasulullah SAW, ya Rasul inilah saya yang dulu menjadi pembantumu.”

Pada hari-hari terakhir masa kehidupannya, Anas pindah ke Basrah. Itulah sebabnya para Ulama mengatakan bahawa Anas bin Malik adalah sahabat terakhir yang meninggal di Basrah. Saat Anas wafat, Muwarriq berkata: “ Telah hilang separuh ilmu.

Jika ada orang suka memperturutkan kesenangannya bila berselisih dengan kami, kami berkata kepadanya, marilah menghadap kepada orang yang pernah mendengar dari Rasulullah SAW”.

Ketika Anas sakit menjelang kematiannya, dia berkata kepada keluarganya: “Tuntunlah aku untuk membaca laailaaha Illallah.” Begitulah ia mengulang-ulangnya sampai datang ajalnya. Beliau pernah berwasiat agar tongkat kecil milik Rasul dikuburkan bersamanya, maka diletakkanlah di antara lambungnya.

Anas merupakan salah satu periwayat hadits sanad paling sahih dan paling banyak, yang bersumber awalnya dari : Malik, dari az-Zuhri, dan dia (Anas bin Malik). Ia wafat pada tahun 93 H dalam usia melampaui seratus tahun.

Allahu a'lam...











Bagikan:

Arsip