"Menyebarluaskan Pengetahuan..."

Makna Kata Illah dalam La ilaha illallah (2)

Selain makna “Aliha”, ada kandungan lain lagi dari “Al-ilah”. Kata “Al-ilah” dalam La ilaha illallah memiliki empat makna sebagai berikut:

1. Al-Marghub (Yang Diharapkan)

Ketika kita mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah” maka kita sedang berikrar bahwa tiada yang sangat diharapkan kasih sayangnya, pertolongannya, dan perlindungannya kecuali Allah semata. Kenapa hanya Allah? Karena Allah-lah yang menguasai bumi beserta isinya. Allah-lah yang menciptakan seluruh makhluk di alam semesta dan Dia-lah yang Maha Kuasa. Kalau kita bergantung dan berharap kepada makhluk ya jelas Allah akan marah.

Allah Swt berfirman, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah: 186)

2. Al-Marhub (Yang Sangat Ditakuti)

Mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah” berarti kita telah berikrar bahwa tiada yang sangat ditakuti kecuali Allah swt. Orang yang menuhankan selain Allah akan mendapatkan siksa yang sangat pedih. 

Sudah begitu banyak azab Allah yang ditimpakan kepada kaum-kaum yang ingkar kepada-Nya. Kaum nabi Luth as dijungkirbalikkan buminya; kaum nabi Nuh As disapu banjir; penduduk Madyan (kaum nabi Syu’aib) dan kaum Tsamud mati bergelimpangan dengan satu suara yang mengguntur; kaum ‘Ad diazab Allah lewat awan dan angin yang menghancurkan seluruhnya.

Allah Swt berfirman, "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS. Al-Mu’min: 60)

3. Al-Matbu’ (Yang Diikuti Dan Ditaati)

Menuhankan Allah swt, berarti bersungguh-sungguh dalam mengikuti dan menaati segala perintah-Nya. Setiap perintah-Nya akan dijalankan dengan segera. Demikian pula bila ada yang melanggar syariat-Nya, maka akan sekuat tenaga dicegahnya.

Nabi Muhammad saw pernah mewanti-wanti umatnya yang perlahan-lahan melanggar syariat Allah swt, “Di akhir zaman kelak, umat Islam akan setapak demi setapak, sehasta demi sehasta mengikuti mereka. Bahkan, saat mereka masuk ke lubang biawak pun, kalian akan mengikutinya.” Kemudian salah seorang sahabat bertanya, “Ya Rasul, apakah mereka Yahudi dan Nasrani?” Nabi saw menjawab, “Siapa lagi?”.

Allah Swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kamu merusak (pahala) amal-amalmu (dengan membangkang)” (QS. Muhammad: 33)

4. Al-Mahbub (Yang Dicintai)

Kalau kita mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah” artinya kita bersaksi bahwa tiada yang paling dicintai kecuali Allah swt. Oleh karena itu kita harus menomorsatukan kepentingan Allah ketika ada kepentingan-kepentingan lain yang sama waktunya.

Allah Swt berfirman, “Katakanlah: "jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, sanak keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah: 24)

Memahami syahadat sebagaimana makna-makna di atas, insya Allah membuat kita sudah bersyahadat dengan ilmu, alias pemahaman yang benar. Tidak sekadar ucapan saja. Dan tentunya yang lebih utama lagi kita berusaha mengamalkannya sebagaimana pemahaman yang benar, yaitu hanya Allah yang paling diharapkan, hanya Allah yang paling dinantikan pertolongannya, hanya Allah yang diikuti dan ditaati, serta hanya Allah yang dicintai dengan kecintaan tertinggi.

Kalau kita sudah mengaku berada dalam kekuasaan Allah maka seyogyanya kita juga turut memberikan ketaatan dan pengabdian yang sempurna alias hanya kepada-Nya saja. Segala hukum dan aturan yang diberikan Allah lewat kitab-Nya (Al-Quran) dan Rasul-Nya (Al-Hadits) juga kita pegang teguh. 

Jangan sampai seperti orang-orang Yahudi yang ketika Allah dan Rasul-Nya memberi perintah, mereka mengatakan, “sami’na wa ‘ashayna” : kami mendengar dan kami abaikan perintah-Mu. Na’udzubiLlah min dzalika. 

Jadi, seorang mukmin itu ya ketika Allah dan Rasul-Nya memberi perintah, mereka akan berkata, “sami’na wa atha’na” : kami dengar dan kami taat. Dengan begitu, niscaya ampunan Allah akan diberikan kepada kita. Aamiin... 

Allahu A'lam.












Bagikan:

Arsip