"Menyebarluaskan Pengetahuan..."

Makna yang Terkandung dalam Kalimat Laa Ilaha Illallah (1)

Sewaktu Malik bin Dinar pergi haji, ia melihat seekor burung gagak yang sedang terbang sambil membawa sepotong roti di paruhnya. Melihat pemandangan ganjil itu, akhirnya ia mengamati dan mengikuti kemana arah burung itu terbang. 

Sampailah Malik bin Dinar di sebuah gua yang ternyata di dalamnya terdapat seorang laki-laki yang terikat dalam keadaan lemah. Melihat hal itu, Malik bin Dinar kemudian bertanya, “Siapakah engkau? Dari manakah kamu berasal?” Laki-laki itu pun menjawab bahwa dirinya adalah salah seorang jamaah haji yang dirampok di tengah jalan. 

Semua bekal yang ia bawa dirampas dan ia diikat serta disembunyikan ke dalam gua tersebut untuk menghilangkan jejak. Selama berhari-hari, ia mengalami kelaparan dan nyaris meninggal. 

Dalam keadaan sangat sengsara dan hampir putus asa, ia memasrahkan segalanya kepada Allah sambil berdoa, “Ya Allah, yang berfirman dalam kitab-Nya, ‘Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya (QS. An-Naml: 62).’ Hamba sedang mengalami kesulitan tanpa daya maka berilah hamba karunia rahmat-Mu.” 

Kemudian, dengan kekuasaan dan kehendak-Nya, Allah mengirimi makanan untuknya melalui burung gagak itu.

Akhirnya, Malik bin Dinar dan laki-laki tersebut keluar meninggalkan gua dengan perasaan mengharu biru, mengingat kekuasaan Allah dalam menolong hamba-Nya.

Ya. Apa yang dilihat Malik bin Dinar semakin membuatnya mantap dan yakin kalau hanya Allah-lah yang Maha Pemberi Rezeki. Tiada satu makhluk pun yang sanggup menghalangi jika Allah berkehendak memberikan rezeki untuk makhluk-Nya.

***

Dalam materi sebelumnya, kita sudah membahas tentang makna Ilah. Sekarang kita akan membahas makna kalimat Laa ilaha illallah. Tujuannya agar kita makin mengerti dan mantap menjalankan Islam, agama yang kita yakini.

1. La Khaliqa Illallah (Tiada Pencipta yang Sebenarnya Kecuali Allah)

Laa ilaha illallah itu maknanya tiada pencipta selain Allah. Ini artinya, seseorang yang sudah bersyahadat, ia harus yakin betul bahwa manusia, tumbuhan, bumi, bintang, galaksi, dan alam semesta ini ada karena diciptakan, dan pencipta semua itu tidak lain hanyalah Allah. 

Bila sewaktu-waktu ada yang berkata bahwa alam semesta ini terjadi begitu saja dan secara tiba-tiba. Bagaimana mungkin kehidupan yang sangat kompleks dan luar biasa rumit ini ada tanpa ada yang menciptakannya?

Jangan pula kita seperti bani Israil yang kisahnya Allah abadikan dalam Al-Quran: “Hai Musa, kami takkan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang!” (QS. Al-Baqarah: 55)

Cukuplah kita melihat kuasa-Nya yang menciptakan segalanya ini tanpa cacat. Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-A’raf: 54)

Setelah kita mengetahui dan yakin bahwa Allah lah yang menciptakan alam semesta dan seluruh isinya, sebagai orang mukmin kita tentu saja tidak boleh mencela ciptaan-Nya. Apa pun itu! Sebab, ketika kita mencela ciptaan Allah, sama saja kita mencela Allah.

2. La Raziqa Illallah (Tiada Pemberi Rezeki Yang Sesungguhnya Kecuali Allah)

Saat syahadat benar terucap di lisan, itu merupakan tanda bahwa kita sudah yakin Allah lah yang memberi rezeki kepada kita. Bahkan bukan hanya kita semua, melainkan Allah pemberi rezeki kepada semua makhluk di bumi dan juga di langit.

Jadi tidak salah bila Allah marah ketika orang-orang kafir Quraisy menyembah patung agar rezekinya dapat bertambah. Demikian pula Allah pun juga marah ketika ada orang yang pergi ke dukun agar dagangannya tambah laris maupun bisnisnya sukses lancar. Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki, Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat: 58)

Dapat kita lihat pula, cicak yang tidak dapat terbang akan kesulitan mencari makanannya yaitu nyamuk dan serangga yang memiliki keahlian terbang. Namun kita pun juga tidak pernah menemukan bayi cicak yang mati kelaparan?

Jadi tentang rezeki ini kita tidak usah khawatir apalagi sampai berusaha dengan cara yang tidak halal. Karena yang terpenting kita berikhiar alias berusaha optimal dan berdoa untuk mendapatkannya saja. Insya Allah, Allah akan memberi kita yang terbaik. Dengan sikap ini, insya Allah jiwa kita akan tenang.

3. La Malika Illallah (Tiada Pemilik yang sebenarnya Kecuali Allah)

Ada sebuah kisah dari seorang yang sangat sabar. Sebelum Allah mengambil seluruh harta bahkan keluarganya, Allah memberinya harta yang berlimpah serta kecerdasan. Namun demikian, tidak ada sifat sombong yang diperlihatkannya. Bahkan, ia sangat dermawan dan rendah hati. Sampai akhirnya Allah menguji dengan menghilangkan harta bendanya lewat berbagai musibah. Binatang ternak yang ia miliki mati seketika. Lumbung gandumnya terbakar dan perkebunannya yang luas mengering, hingga ia harus memberhentikan para pekerjanya.

“Innalillahi wa inna ilayhi raji’un”. Semua dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. “Aku minta maaf tidak dapat lagi mempekerjakan kalian. Aku hanya bisa memberi bekal seadanya”.

Ia dengan tabah menghadapi cobaan Allah. Tapi cobaan tidak sampai di situ. Setelah harta kekayaannya ludes, dua putrinya pun juga dibunuh oleh iblis. Bahkan, tubuhnya digerogoti oleh penyakit yang sulit diobati. Namun, dengan musibah yang demikian besar, ia tetap sabar dan menerima dengan ikhlas ujian yang diberikan Allah. Sampai akhirnya, Allah memberi kesembuhan penyakitnya dan mengembalikan harta kekayaannya. Luar biasa.

Ada yang tahu siapakah orang yang diceritakan di atas? Beliau adalah nabi Ayyub as. Beliau adalah manusia yang paham betul kalau harta yang beliau punya adalah milik Allah dan Allah berkuasa penuh atas semuanya, sehingga ketika Allah mengambilnya, tiada kesedihan yang terpancar di wajahnya. Kenapa bisa begitu ya?

Yang jelas sikap yang indah itu lahir dari keyakinan bahwa Allah lah Pemilik sebenarnya seluruh materi bahkan Pemilik seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini. Allah Swt berfirman, “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi, dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir maka (ketahuilah), sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji. Dan kepunyaan Allahlah apa yang di langit dan apa yang di bumi. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara.” (QS.An-Nisa: 131-132)

4. La Hakima Illallah (Tiada yang berhak Membuat Hukum Kecuali Allah)

Soichiro Honda adalah orang yang membuat motor dan mobil Honda. Beliau pula yang membuat buku petunjuk penggunaan motor dan mobil Honda. 

Demikian pula dunia dan manusia. Allah lah yang menciptakan keduanya bahkan semua yang ada di alam semesta. Allah pun memudahkan manusia dalam menggunakan dan mendayagunakan bumi dengan diutusnya Rasul-Rasul dan Kitab-Kitab-Nya. Rasul dan Kitab-Nya ibarat “manual book” atau “user guide” yaitu buku petunjuk penggunaan yang benar dan tepat dari Allah swt untuk manusia. Dengan petunjuk tersebut manusia dapat hidup nikmat di dunia dan sukses menuju surga di akhiratnya. 

Allah Swt berfirman, “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36)

5. La Amira Illallah (Tiada yang Berhak Memerintah Kecuali Allah)

Ketika kita mengucapkan syahadat, berarti kita meyakini bahwa tiada yang berhak memerintah dan dituruti perintahnya kecuali Allah swt saja. Menempatkan Allah sebagai pemerintah nomor satu di atas yang lainnya. Bila ada perbedaan perintah antara Allah dan orang lain, maka perintah Allah lah yang kita laksanakan.

Misalnya ada teman yang meminta contekan dari kita, maka kita tidak memberikan contekan tersebut dikarenakan Allah swt memerintah kita untuk berlaku jujur. Jujur yang dimaksud bukan hanya jujur perkataan, melainkan jujurnya perbuatan atau amalan yang dilakukan.

Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-A’raf: 54)

6. La Waliyya Illallah (Tiada yang Berhak Memimpin dan dapat Memberi Perlindungan Kecuali Allah) 

Suatu ketika ada seorang pemuda saleh yang mendengar berita bahwa di suatu daerah ada sekelompok masyarakat yang menyembah sebuah pohon besar yang ada di pinggir sebuah jalan dengan memberikan sesaji dan persembahan. Konon sesaji dan persembahan tersebut agar orang yang melewati jalan itu tidak diganggu oleh jin yang berada di pohon tersebut.

Mendengar berita itu, marahlah sang pemuda. Dengan serta merta dia menyarungkan kapak untuk menebang pohon kesyirikan tersebut dan berangkat menuju lokasi. Di tengah perjalanan, ternyata jin yang menghuni pohon mencegat sang pemuda dengan menjelma jadi seorang kakek tua.

Si kakek bertanya pada sang pemuda, “Mau apa kau pergi dengan membawa kapak itu, anak muda?” 

“Saya akan menghancurkan kesyirikan dengan menebang pohon besar di pinggir jalan sana, kek,” jawab sang pemuda.

“Apa urusanmu dengan mereka? Bukankah mereka tidak mengganggumu?” tanya kakek tua lagi.

“Mereka memang tidak menggangguku, Kek. Tapi pohon itulah yang menjadi sebab kemungkaran Allah.”

“Kalau begitu, aku akan menghalangimu untuk menebang pohon itu,” kata Kakek tua.

Akhirnya, terjadilah perkelahian sang pemuda dengan jin. Namun dengan mudah sang pemuda mampu melumpuhkan jin tersebut. Hingga beberapa kali perkelihan, sang pemuda mampu memenangkannya. 

Merasa tidak bisa dikalahkan, sang kakek menawarkan sesuatu. “Wahai ana muda, aku tahu bahwa engkau adalah pemuda yang tidak memiliki harta. Jika engkau mau, aku akan memberimu tiga dinar setiap kali engkau bangun tidur. Dengan uang itu, engkau akan bisa bersedekah dan membeli apa yang engkau mau. Asalkan engkau tidak menebang pohon itu.”

Karena tuntutan hawa nafsu, akhirnya sang pemuda tadi menerima tawaran sang Kakek. Hari pertama, sebangun tidur, sang pemuda menemukan uang tiga dinar di bawah bantalnya. Hari kedua dan ketiga, sang pemuda masih mendapatkan uang tersebut. Namun hari ke empat, sang pemuda tidak menemukan uang sepeser pun. 

Akhirnya, dengan marah, sang pemuda menyarungkan kapaknya kembali dan berangkat ingin menebang pohon besar kembali. Namun di tengah jalan, seperti terdahulu, jin yang menyamar menjadi seorang kakek tua mencegatnya. 

Singkat cerita, akhirnya terjadilah perkelahian antara sang kakek dengan sang pemuda. Namun kali ini ternyata sang pemuda dapat dikalahkan oleh sang kakek. Meskipun sang pemuda berusaha dengan sekuat tenaga, dia tidak dapat mengalahkan sang kakek. 

Sang pemuda pun bertanya kepada kakek tua, “Wahai kakek tua, dahulu aku dengan mudah mengalahkanmu. Tapi kenapa kali ini engkau yang selalu menang?”

Kemudian kakek jelmaan jin itu menjawab, “Wahai anak muda, dahulu engkau akan menebang pohon besar itu untuk menghancurkan kesyirikan. Niatmu hanyalah karena Allah. Karenanya, Allah menolongmu. Tapi kali ini, niatmu menebang pohon bukan karena Allah, tapi karena kemarahanmu tidak mendapatkan uang yang telah aku janjikan. Itulah kenapa Allah tidak menolongmu.”

Dari kisah di atas dapat diambil pelajaran, bahwa kalau kita berjuang menegakkan agama Allah, pasti Allah akan menolong kita. Dia akan menjadi pelindung kita dari segala kejahatan makhluknya.

Allah Swt berfirman, “Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 257)

Jadi, yakini bahwa tiada pelindung kita kecuali Allah, seperti yang selalu kita ucapkan dalam kalimat syahadat setiap shalat. Dengan begitu, insya Allah tiada yang perlu kita takutkan kecuali Allah semata.

7. La Mahbuba Illallah (Tiada yang Berhak Dicintai Kecuali Allah)

“Tiga hal yang membuat seseorang merasakan nikmatnya iman,” kata Rasulullah Saw. “ Pertama, Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari apapun. Kedua, dia mencintai dan membenci seseorang karena Allah. Dan yang ketiga, dia benci untuk berbuat maksiat sebagaimana dia benci kembali kepada kekufuran.”

Jadi, dengan menempatkan cinta kepada Allah dan Rasul melebihi yang lain, niscaya seseorang akan merasakan nikmatnya iman. 

Pernah suatu ketika sahabat Umar berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasul, aku mencintaimu sebagaimana aku mencintai diriku sendiri.” 

Lalu Rasulullah saw menjawab, “Sesungguhnya engkau belum mencintaiku (dengan benar)”

Kemudian Umar segera memperbaiki ucapan dan kesungguh-sungguhannya terhadap Rasulullah saw, “Kalau begitu, engkau kucintai melebihi diriku sendiri.”

“Engkau benar-benar mencintaiku,” jawab Rasulullah saw.

Allah Swt berfirman, “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS. Al-Baqarah: 165)

8. La Marhuba Illallah (Tiada yang Berhak Ditakuti Kecuali Allah)

Rasulullah saw pernah bersabda bahwa ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan di sisi Allah di hari di mana tidak ada naungan selain naungan-Nya. Salah satu dari ketujuh golongan itu adalah pemuda yang diajak berzina oleh seorang wanita cantik dan berkedudukan, tapi kemudian dia berkata, “Aku takut kepada Allah.”

Betapa nikmatnya dan istimewanya manusia yang hanya takut kepada Allah. Allah akan menjadi pelindung maupun penolongnya di saat tidak ada lagi pertolongan.

Di zaman kemaksiatan tersebar, manusia seringkali merasa mudah saja bermaksiat seakan-akan tidak ada hukuman atau azab dari keburukannya. Perasaan takut kepada Allah juga merupakan takut akan azab Allah, baik di dunia maupun di akhirat. 

Orang-orang yang korupsi, ahli maksiat, dan berbuat keburukan kepada orang lain sebenarnya karena mereka tidak punya rasa takut kepada Allah sehingga mereka melanggar larangan-larangan Allah. Tidak takutkah kita akan azab Allah yang amat pedih?

Allah Swt berfirman, “Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (QS. Al-Isra: 57)

9. La Marghuba Illallah (Tiada yang Diharapkan Kecuali Allah)

Di tengah malam, tepatnya pada malam Jumat tanggal 17 Ramadhan, malam di mana pagi harinya kaum muslimin yang berjumlah 314 orang akan menghadapi 1000 pasukan kaum kafir Quraisy dengan perlengkapan perangnya yang lengkap, Rasulullah saw mengangkat tangannya, menengadah berdoa khusyuk merendahkan diri ke hadirat Allah. Di antara doanya adalah, “ Ya Allah, inilah kaum Quraisy yang datang dengan segala kecongkakan dan kesombongannya untuk memerangi-Mu dan mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah, tunaikanlah janji kemenangan yang telah engkau berikan kepadaku. Ya Allah, kalahkan mereka esok hari...”

Beliau terus memanjatkan doa kepada Allah dengan merendahkan diri sampai-sampai beliau tidak terasa dan sadar bahwa selendangnya jatuh. Melihat hal itu, sahabat Abu Bakar merasa iba dan berkata kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulullah, demi diriku yang berada di tangan-Nya, bergembiralah. Sesungguhnya Allah pasti akan memenuhi janji yang telah diberikan-Nya kepadamu.”

Di pagi yang cerah, di saat perang mulai berkecamuk, Allah mendatangkan bala bantuannya berupa malaikat-malaikat yang membinasakan orang kafir. Akhirnya, kemenangan yang sangat gemilang pun diraih oleh pasukan umat Islam.

Harapan dan impian adalah satu hal yang menjadi penyemangat orang untuk melakukan suatu pekerjaan. Dan sudah semestinya harapan dan impian kita serahkan kepada sang Pemberi yang dalam berkehendak hanya tinggal berkata, “Kun fayakun: Terjadilah, maka terjadilah ia.” Tiada kekuatan yang melebihi kekuatan-Nya. Maha Kuasa Allah atas segala sesuatu.

Demikian 9 makna dari kalimat La ilaha illallah. Masih ada cukup banyak lagi makna yang terkandung di dalamnya, namun akan dilanjutkan di materi berikutnya.











Bagikan:

Arsip