Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh...
Ba’da tahmid wa shalawat... Bismillahirrahmanirrahiim…
Mendidik generasi adalah tanggungjawab banyak pihak. Keluarga, lingkungan, masyarakat, lembaga, dan negara memiliki tanggung jawab dalam mendidik generasi.
Tentunya masing-masing memiliki porsi yang berbeda-beda. Namun semuanya memiliki tujuan yang berupaya menjadikan generasi ini menjadi generasi yang terdidik dengan baik.
Setiap orang adalah pendidik. Tak melihat pangkat, jabatan, pekerjaan, jenis kelamin, suku, agama, dan kewarganegaraan, semua orang memiliki peran sebagai seorang pendidik.
Sebagai seorang pendidik selayaknya harus memahami kaidah-kaidah dalam mendidik agar mampu membimbing dan menghasilkan generasi yang lebih baik di masa depan.
Salah satu kaidah dalam mendidik adalah memberikan sanksi atau hukuman kepada peserta didik. Sanksi atau hukuman ini menjadi salah satu kaidah yang selayaknya dijalankan oleh para pendidik manakala peserta didiknya melakukan kesalahan.
Namun, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana cara memberikan sanksi atau hukuman yang pantas? Terkait pertanyaan ini, jawabannya harus kita kembalikan lagi kepada pedoman utama kita sebagai pendidik muslim yaitu Al-Quran dan Sunnah.
Bagaimana pandangan Al-Quran dalam konteks memberikan sanksi atau hukuman?
Berikut ini ada beberapa tahapan hukuman atau sanksi yang layak diberikan kepada setiap peserta didik sesuai dengan jenis pelanggaran, karakter, dan komitmen mereka.
1. Ada seseorang yang merasa cukup bila ditegur melalui isyarat.
Allah SWT berfirman, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hadid: 16)
2. Juga ada orang yang takkan merasa bersalah, kecuali bila ia dimarahi.
Firman Allah SWT dalam peristiwa Ifk (ketika Aisyah dituduh melakukan perzinaan), “Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu.” (QS. An-Nur: 14)
3. Ada juga yang harus diancam dengan siksa pedih yang kelak mereka rasakan.
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah: 278-279)
4. Selain itu, ada juga yang harus menyaksikan tongkat pemukul dalam genggaman tangan yang siap melayang pada salah satu anggota tubuhnya.
Allah SWT berfirman, “Katakanlah kepada orang-orang Badui yang tertinggal: "Kamu akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kamu akan memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk Islam). Maka jika kamu patuhi (ajakan itu) niscaya Allah akan memberikan kepadamu pahala yang baik dan jika kamu berpaling sebagaimana kamu telah berpaling sebelumnya, niscaya Dia akan mengazab kamu dengan azab yang pedih.” (QS. Al-Fath: 16)
5. Dan yang terakhir adalah orang yang memang harus merasakan sakitnya hukuman yang menimpa dirinya.
Allah SWT berfirman, “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Maidah: 38)
Dengan memahami kaidah-kaidah yang tersebut di atas, harapannya kita semuanya bisa semakin bijak dalam menerapakan pemberian sanksi atau hukuman kepada peserta didik yang melakukan kesalahan.
Seorang guru semakin bijak dalam memberikan hukuman kepada siswanya. Orang tua semakin bijak memberikan hukuman kepada anaknya. Seorang pimpinan semakin bijak memberikan hukuman kepada bawahannya. Dan seterusnya.
Pun demikian dari sudut pandang orang yang menerima hukuman selayaknya juga semakin bijak dalam menerima hukuman karena kesalahan yang telah diperbuatnya.
Sehingga keduanya, baik yang bersalah dan yang memberikan hukuman bisa saling memberikan kelapangan hati. Maka in syaa Allah akan indah akhir dari proses pendidikan ini.
Allahu a’lam.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Artikel ini disarikan dari buku berjudul Kekuatan Sang Murabbi karya Prof. Dr. Taufik Yusuf al-Wa-iy (2003)
*****