"Menyebarluaskan Pengetahuan..."

Apakah Pemimpin itu Selalu Benar?

Terbersit begitu saja dalam benak. Entah kenapa kok tiba-tiba teringat dengan kisahnya orang yahudi tua yang meminta keadilan kepada Umar bin Khattab karena rumahnya di Mesir terkena pelebaran masjid besar. Tak ingin pikiran ini hilang begitu saja, saya berusaha menuliskannya disini. Semoga mencerahkan.

Saat itu Gubernur Mesir (Amr bin Ash) sedang melakukan mega proyek pelebaran masjid. Ternyata dalam pelebaran itu mengenai rumah seorang yahudi tua ini.

Dengan berbagai macam cara negosiasi, rumah orang yahudi tua tersebut akan dibeli oleh negara. Mulai dari penawaran harga standard sampai paling mahal. Namun orang yahudi tua tersebut tetap menolak.

Akhirnya dengan berbagai pertimbangan (kepentingan umum dan tata kota), pemerintahan Mesir saat itu yang dipimpin Amr bin Ash menggusur paksa rumah orang yahudi tua tersebut.

Orang yahudi tua tersebut merasa bahwa pemerintahan di Mesir saat itu sangat tidak bijak. Dia merasa terdzolimi. Akhirnya, dia memutuskan untuk mengadukan permasalahannya kepada pimpinan gubernur Mesir, yaitu Sang Khalifah saat itu, Umar bin Khattab.

Dia melakukan perjalanan yang sangat jauh, melewati gurun pasir, dan perjalanan yang melelahkan dari Mesir menuju Madinah. Demi mendapatkan suatu keadilan dari permasalahan yang dihadapinya.

Ada yang tahu jarak Mesir dan Madinah? Nanti kita kupas ya.

Sesampainya di Madinah, dia sangat terkejut saat melihat kondisi Sang Khalifah Umar bin Khattab. Sangat jauh dari prediksi dan bayangannya selama ini.

Dia bertemu Umar bin Khattab di masjid. Dengan pakaian yang sangat sederhana. Tanpa pengawalan yang ketat. Mudah mengaksesnya.

Oleh Umar bin Khattab diajaklah orang yahudi tua ini duduk di bawah pohon yang rindang. Ditanyalah maksud dan tujuannya menemuinya.

Orang yahudi tua tersebut menjelaskan dengan sangat detail permasalahan yang dihadapinya. Berharap dia mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya.

Sontak Umar bin Khattab emosi. Berubah mimik wajahnya. Mengisyaratkan kekecewaan atas pemerintahan Amr bin Ash di Mesir. 

Umar bin Khattab akhirnya meminta orang yahudi tua itu untuk mengambil sebuah sampah tulang yang berserakan di dekatnya dan memberikan kepadanya.

Diambilah sebuah pedang lalu digoreskan ujung pedang tersebut di atas tulang. Goresan itu seperti huruf Alif yang lurus dari atas ke barah, lalu dicoret di tengahnya. 

Diberikanlah tulang itu kepada orang yahudi tua tersebut. Dengan berpesan agar menyampaikan tulang ini kepada Gubernur Mesir, Amr bin Ash.

Orang yahudi tua ini bertambah keheranan. Bukan solusi yang diberikan atas permasalahannya, malah tulang yang dia dapat.

Selama perjalan pulang, tak henti-hentinya dia mengomel. Sudah jauh-jauh melakukan perjalanan, hanya tulang yang didapatkan.

Sesampainya di Mesir, dia langsung menemui Amr bin Ash. Dia serahkan tulang itu kepadanya. Dia menyampaikan bahwa telah mengadu kepada Umar bin Khattab dan diberi pesan menyampaikan tulang itu. 

Sewaktu Amr bin Ash menerima tulang itu, dia sangat terkejut. Mukanya menunjukkan rasa takut yang sangat. Tubuhnya gemetar. Keringan dingin keluar dari sekujur tubuhnya. 

Tanpa banyak bicara, Amr bin Ash langsung memanggil seluruh staff pemerintahannya untuk membongkar kembali masjid yang sudah hampir jadi tersebut. Tak hanya itu, dia meminta agar membangunkan lagi rumah milik orang yahudi tua itu dan mengembalikan padanya.

Amr bin Ash turun tangan langsung memimpin penghancuran bagian masjid yang melewati rumah orang yahudi tua tersebut. Namun, sebelum Amr bin Ash melakukannya, dengan segera orang yahudi tua itu menghampirinya dan mencegahnya.

Dia mengajukan beberapa pertanyaan kepada Amr bin Ash atas apa yang sebenarnya yang terjadi. Banyak pikiran berkecamuk dalam kepala orang yahudi tua itu.

Amr bin Ash menjelaskan bahwa tulang yang dia terima itu ada pesan dari Umar bin Khattab kepadanya untuk berlaku adil kepada siapa pun. Jika tidak, maka Umar bin Khattab akan memeranginya.

Mendengar penjelasan dari Amr bin Ash, orang yahudi tua ini sangat terpukau, terpana, dan heran. Ternyata begitu aturan Islam dalam menegakkan keadilan dan begitu juga ternyata ketaatan seorang gubernur kepada khalifah (pemimpinnya).

Akhirnya orang yahudi tua ini bergembira dengan Islam dan memantapkan hati untuk masuk Islam. Dia selanjtnya mewakafkan tanahnya untuk dibuat masjid.

Sungguh kisah yang sangat diharapkan terjadi saat ini. Allahu a'lam.

*****

Mari kita kupas satu persatu.

1. Kurang shalih seperti apa Amr bin Ash dan orang-orang di pemerintahannya saat itu. Selain shalih, mereka juga berilmu, berpegalaman, dan juga Allah SWT karuniakan kekayaan dunia. Tetapi mereka masih bisa saja membuat kebijakan yang tidak berpihak kepada orang kecil. Meskipun menurut mereka apa yang dilakukan tersebut untuk kepentingan umum dan keindahan tata kota. Tentu kebijakan itu sudah pasti ditetapkan melalui mekanisme musyawarah gubernur dan para staff-nya.

2. Orang yahudi tua itu saat ini bisa menjadi potret kondisi orang kecil, bawahan, karyawan, atau rakyat jelata. Terkadang kebijakan yang diberikan oleh pemerintah atasannya tidak berpihak pada dirinya. Dia dipaksa mengikuti kebijakan atasannya. Tetapi dia tak berputus asa untuk mencari sebuah keadilan. Hingga akhirnya dia mendapatkan keadilan seadil-adilnya. Bahkan hidayah masuk kedalam dirinya hingga dia masuk Islam.

3. Dalam mencari sebuah keadilan, dia harus melakukan perjalanan dari Mesir ke Madinah (PP). Adakah yang tahu berapa jarak Mesir ke Madinah? Coba cek di google! Bahwa disebutkan jarak Mesir ke Madinah (jika ditarik garis lurus) adalah 914 Km. Berarti total perjalanan dari berangkat hingga pulang, orang yahudi tua ini telah menembuh jarak 1.828 km. Melebihi jarak perjalanan Jakarta-Surabaya (PP). Lalu, berapa hari perjalanan yang telah dia tempuh? Bagaimana kondisi perjalanannya, bekal, dan kelelahan yang dia alami selama perjalanan? Dia orang yahudi, tak memiliki kenalan di Madinah yang mayoritas Islam. Bagaimana kondisi psikologisnya? 

4. Saat ini bisa jadi masih ada pemimpin (pada semua levelnya), yang dikaruniai kesholihan, ilmu, pengalaman, dan kekayaan. Tetapi kebijakan yang dibuatnya (menurutnya benar) untuk kepentingan bersama. Namun di satu sisi apakah tidak menyadari bahwa kebijakannya itu telah mendzalimi orang lain. 

5. Saat ini, Sang khalifah sudah tidak ada. Sang Khalifah yang hanya dengan goresan pada tulang mampu mengingatkan dan menegur gubernur sekaliber Amr bin Ash. Sudah tak ada lagi, manusia tempat mengadukan permasalahan untuk mencari keadilan dari para pemimpin di daerahnya. Tetapi, jangan lupa, Allah SWT (tuhannya Umar bin Khattab) terus selalu ada. Yang Selalu Mendengar aduan dari para manusia. 

6. Kalau Amr bin Ash saja luluh hatinya diingatkan dengan tulang bergoreskan ujung pedang, apakah para pemimpin yang saat ini merasa dikaruniai kesholihan, ilmu, pengalaman, dan kekayaan tetap merasa benar dengan kebijakannya, meskipun telah mendzalimi orang lain? Amr bin Ash saja mampu mengubah kebijakannya ketika dinasehati dan bahkan tidak beradu argumen untuk mempertahankan kebijakannya. Anda ingin dinasehati dengan cara apa? Apakah menunggu Allah SWT mencabut semua kesholihan, ilmu, pengalaman, dan kekayaanmu? Sekeras itukah hatimu? Ataukah malah bangga memiliki hati keras?

7. Sebagai orang kecil yang tak memiliki pengalaman, ilmu, dan kekayaan, bisa jadi merasa kedzoliman dari kebijakan yang mengatasnamakan kepentingan bersama, tak mampu dia lawan. Namun, curahan hati, aduan, keluh kesah, dan ratapan hatinya yang disampaikan kepada Rabbul ‘alamin tak ada yang mampu menahannya. Kepasrahan atas ketidakmampuan dalam mendapatkan haknya akan menjadi wasilah pertolongan Allah SWT kepadanya dan balasan sepadan kepada orang-orang yang membuat kebijakan dzalim kepadanya.

Demikian ulasan tentang kisah apakah pemimpin itu selalu benar. Semoga ini menginspirasi pembaca semuanya. Membacanya tidak boleh sambil baper. Kalu sudah kadung baper, ayo baca istighfar 100 kali. :) 

Bagikan: