"Menyebarluaskan Pengetahuan..."

BonoEdumedia.com: PENDIDIKAN

Berbagai tulisan BonoEdumedia.com dengan tema pendidikan. Silakan kunjungi dan simak setiap tulisan kami. Dapatkan khasanah pengetahuan bermakna untuk hidup Anda.

BonoEdumedia.com: KELUARGA

Berbagai tulisan BonoEdumedia.com dengan tema keluarga. Silakan kunjungi dan simak setiap tulisan kami. Dapatkan khasanah pengetahuan bermakna untuk hidup Anda.

BonoEdumedia.com: PEMUDA

Berbagai tulisan BonoEdumedia.com dengan tema pemuda. Silakan kunjungi dan simak setiap tulisan kami. Dapatkan khasanah pengetahuan bermakna untuk hidup Anda.

BonoEdumedia.com: KEPEMIMPINAN

Berbagai tulisan BonoEdumedia.com dengan tema kepemimpinan. Silakan kunjungi dan simak setiap tulisan kami. Dapatkan khasanah pengetahuan bermakna untuk hidup Anda.

BonoEdumedia.com: PRIBADI ISLAMI

Berbagai tulisan BonoEdumedia.com dengan tema pribadi Islami. Silakan kunjungi dan simak setiap tulisan kami. Dapatkan khasanah pengetahuan bermakna untuk hidup Anda.

BonoEdumedia.com: VIDEO

Berbagai unggahan BonoEdumedia.com dalam bentuk video. Silakan kunjungi dan simak setiap video kami. Dapatkan khasanah pengetahuan bermakna untuk hidup Anda.

Surat Edaran Tentang Kualifikasi Akademik dan Sertifikat Pendidik Dalam Pendaftaran Pengadaan Guru PPPK 2021


GTK
 - Surat Edaran Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan tentang Kualifikasi Akademik dan Sertifikat Pendidik Dalam Pendaftaran Pengadaan Guru PPPK Tahun 2021 

Selengkapnya dapat diunduh 
KLIK DI SINI.

Bagikan:

VALID: Penerimaan Pegawai ASN (CPNS, PPPK Guru, dan PPPK Non Guru) di Provinsi Jawa Timur Tahun 2021

P E N G U M U M A N
NOMOR: 810/3833/204/2021
TENTANG
PENERIMAAN PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA
DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
TAHUN ANGGARAN 2021

Berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor: 810/2873/204/2021 Tanggal 8 Juni 2021 Tentang Penetapan Kebutuhan Pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2021, dibuka kesempatan bagi Putra/Putri terbaik Warga Negara Republik Indonesia yang berminat menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan ketentuan sebagai berikut:

I. FORMASI JABATAN YANG DIBUTUHKAN:

Jumlah Alokasi formasi sebanyak 13.496 dengan rincian:
A. Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) sebanyak 1.408 dengan rincian:
1. Tenaga Kesehatan : 665
2. Tenaga Teknis : 743

B. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebanyak 12.088 dengan rincian:
1. Guru : 11.220
2. Tenaga Kesehatan : 647
3. Tenaga Teknis : 221

Rincian formasi jabatan dan unit kerja penempatan dapat dilihat pada lampiran I, lampiran II dan lampiran III pengumuman ini, informasi lebih lanjut di http://bkd.jatimprov.go.id/statis-79.html 



1. Pengumuman Penerimaan Pegawai ASN Tahun 2021 

Download via :

dropbox

google drive


2. Lampiran I: Formasi CPNS 

Download via :

dropbox

google drive


3. Lampiran II: Formasi PPPK Guru 

Download via :

dropbox

google drive


4. Lampiran III: Formasi PPPK Non Guru

Download via :

dropbox

google drive

 

5. link SSCASNKLIK DISINI 


6. Surat Lamaran 

Download via :

dropbox

google drive


7. Pernyataan 10 Tahun Tidak Pindah Kerja

Download via :

dropbox

google drive


8. Surat Keterangan Disabilitas 

Download via :

dropbox

google drive


9. Surat Keterangan Pengalaman Kerja untuk PPPK Non Guru

Download via :

dropbox

google drive


10. Surat Keterangan Tinggi Badan untuk 3 Jabatan CPNS

Download via :

dropbox

google drive


11. Surat Keterangan Tidak Memiliki Kompetensi Teknis 

Download via :

dropbox

google drive

12. Surat Edaran Tentang Kualifikasi Akademik dan Sertifikat Pendidik Dalam Pendaftaran Pengadaan Guru PPPK 2021

KLIK DI SINI

13. FORMASI KHUSUS KABUPATEN MALANG

KLIK DI SINI


Semoga sukses selalu...!!!



Bagikan:

Guru Penggerak: Eksplorasi Konsep - Budaya Positif Sekolah

URGENSI BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH 
Bapak dan Ibu calon guru penggerak, sebagai pamong untuk menuntun murid dalam belajar, Anda diharapkan dapat menjadi inisiator dalam mewujudkan budaya positif di sekolah yang berpihak pada murid. Mengapa budaya positif di sekolah perlu diwujudkan? Anda tentunya perlu menjawab pertanyaan ini sebagai awalan dalam memahami konsep budaya positif di sekolah. Untuk memahami urgensi dari budaya positif di sekolah, mari kita awali dengan menyimak video mengenai potret budaya sekolah.

(Sumber Video asli: https://youtu.be/jgDySWfE6Aw)

Setelah menyimak video mengenai potret budaya sekolah, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

  1. Apa perbedaan yang Anda lihat pada kedua cara guru tersebut dalam melibatkan murid?
  2. Menurut Anda, bagaimana perasaan murid dalam kelas pertama?
  3. Menurut Anda, bagaimana perasaan murid dalam kelas kedua?
  4. Dari kedua kelas tersebut, kelas manakah yang menciptakan budaya positif? Mengapa?

UMPAN BALIK
Dari video mengenai potret budaya sekolah, kita dapat mempelajari budaya sekolah yang berdampak baik pada pengembangan karakter murid. Aktivitas guru mengajak murid berkeliling sekolah untuk mengamati lingkungan sekolah dapat membuat murid menganalisis permasalahan yang terjadi di sekolah dan mendiskusikan solusinya. 

Aktivitas tersebut menumbuhkan karakter bernilai kritis pada murid. Nah, dengan demikian kita memahami bahwa sekolah merupakan institusi pembentukan karakter. Oleh karena itu, budaya positif perlu diciptakan agar dapat mendukung pembentukan karakter murid yang diharapkan.

1. PERAN SEKOLAH SEBAGAI INSTITUSI PEMBENTUKAN KARAKTER
Bapak dan Ibu calon guru penggerak, Agar lebih memahami urgensi budaya positif di sekolah, kita perlu memahami peran sekolah sebagai institusi pembentukan karakter. 

Ketika kita berbicara sekolah sebagai institusi pembentukan karakter. Mari kita ingat kembali makna pendidikan sendiri dari Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara: 

“Adapun maksud pendidikan yaitu: menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya”

(dikutip dari buku Ki Hajar Dewantara seri 1 pendidikan halaman 20)

Kutipan tersebut mengisyaratkan kita sebagai guru untuk membangun komunitas di sekolah untuk menyiapkan murid di masa depan agar menjadi manusia berdaya tidak hanya untuk pribadi tapi berdampak pada masyarakat.

Pertanyaannya sekarang adalah karakter seperti apa yang bisa menyiapkan murid menjadi manusia dan anggota masyarakat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan seperti tujuan pendidikan sendiri.

Jika kita mengacu pada Profil Pelajar Pancasila, “Pelajar Indonesia merupakan pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila.”

Pelajar yang memiliki profil yang demikian itu adalah pelajar yang terbangun utuh keenam dimensi pembentuknya, yaitu:
1) beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia,
2) mandiri,
3) bergotong-royong,
4) berkebinekaan global,
5) bernalar kritis,
6) kreatif.

2. PELAJAR INDONESIA
Pelajar Indonesia adalah pelajar yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Keimanan dan ketakwaannya termanifestasi dalam akhlak yang mulia terhadap diri sendiri, sesama manusia, alam, dan negaranya. 

Ia berpikir dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan sebagai panduan untuk memilah dan memilih yang baik dan benar, bersikap welas asih pada ciptaan-Nya, serta menjaga integritas dan menegakkan keadilan.

Pelajar Indonesia senantiasa berpikir dan bersikap terbuka terhadap kemajemukan dan perbedaan, serta secara aktif berkontribusi pada peningkatan kualitas kehidupan manusia sebagai bagian dari warga Indonesia dan dunia. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia.  

Pelajar Indonesia memiliki identitas diri merepresentasikan budaya luhur bangsanya. Ia menghargai dan melestarikan budayanya sembari berinteraksi dengan berbagai budaya lainnya. Ia peduli pada lingkungannya dan menjadikan kemajemukan yang ada sebagai kekuatan untuk hidup bergotong royong.

Pelajar Indonesia merupakan pelajar yang mandiri. Ia berinisiatif dan siap mempelajari hal-hal baru, serta gigih dalam mencapai tujuannya. Pelajar Indonesia gemar dan mampu bernalar secara kritis dan kreatif. 

Ia menganalisis masalah menggunakan kaidah berpikir saintifik dan mengaplikasikan alternatif solusi secara inovatif. Ia aktif mencari cara untuk senantiasa meningkatkan kapasitas diri dan bersikap reflektif agar dapat terus mengembangkan diri dan berkontribusi kepada bangsa, negara, dan dunia.

Tujuan utama dari pendidikan karakter juga bukan hanya mendorong murid untuk sukses secara moral maupun akademik di lingkungan sekolah, tetapi juga untuk menumbuhkan moral yang baik pada diri murid ketika sudah terlibat di dalam masyarakat.

3. PANDUAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH 
Apa yang bisa Anda lakukan sebagai guru penggerak untuk membangun sekolah sebagai institusi pembentukan karakter? Menurut Character Education Partnership (2010) ada beberapa panduan dalam pelaksanaan program pendidikan karakter di sekolah agar program yang dibentuk dapat berjalan dengan efektif :

(Download file pdf-nya DI SINI) 

Membangun karakteristik seseorang bukanlah hal yang mudah, bahkan sangat sulit. Akan tetapi, sebagai pendidik, kita diberikan tugas untuk dapat membentuk calon-calon penerus bangsa yang memiliki karakter jujur, berkeadilan, bertanggung jawab, peduli dan saling menghormati.

4. LANDASAN BUDAYA POSITIF YANG BERPIHAK PADA MURID 
Bapak dan Ibu calon guru penggerak, Setelah memahami urgensi dari budaya positif di sekolah, sekarang Anda akan mempelajari lebih mendalam mengenai budaya positif di sekolah yang berpihak pada murid. Untuk membahas konsep budaya positif, kita perlu mengetahui definisi budaya sekolah.

Budaya sekolah menurut Fullan (2007) adalah keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai yang terlihat dari bagaimana sekolah menjalankan aktivitas sehari-hari. Sedangkan Deal dan Peterson (1999) mendefinisikan budaya sekolah sebagai berbagai tradisi dan kebiasaan keseharian yang dibangun dalam jangka waktu yang lama oleh guru, murid, orang tua, dan staf administrasi yang bekerjasama dalam menghadapi berbagai krisis dan pencapaian.

Dari kedua pengertian tersebut kita melihat bahwa budaya sekolah merupakan nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan yang dibangun dalam jangka waktu lama yang tercermin pada sikap keseharian seluruh komponen sekolah. Dalam kebanyakan sekolah di Indonesia, contoh budaya sekolah yang sudah berjalan dengan baik adalah budaya senyum, salam, dan sapa. Tentunya, budaya sekolah tersebut masih perlu dilaksanakan mengingat perannya yang dapat membuat sekolah menjadi lingkungan yang nyaman.

Dalam modul ini, yang dimaksud dengan budaya positif di sekolah ialah  nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab. Dalam mewujudkan budaya positif ini, guru memegang peranan sentral. Guru perlu memahami posisi apa yang tepat untuk dapat mewujudkan budaya positif baik lingkup kelas maupun sekolah. Selain itu, pemahaman akan disiplin positif juga diperlukan karena sebagai pamong, guru diharapkan dapat menuntun murid untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, selanjutnya, Anda akan mempelajari dua konsep yaitu posisi kontrol guru dan disiplin positif yang menjadi landasan dari budaya positif.

5. POSISI KONTROL GURU
Penting bagi guru untuk memahami bagaimana guru harus memposisikan diri saat berhadapan dengan murid. Oleh karena itu, dalam sesi ini Anda akan mempelajari lebih dalam dengan melakukan refleksi “Guru seperti apakah kita selama ini?”. Dalam komponen kelas, posisi guru dapat dikatakan sebagai penggerak utama. Hal ini mewujudkan juga adanya kontrol guru dalam proses belajar mengajar.

Renungkanlah pertanyaan berikut ini: Posisi kontrol guru seperti apa yang dapat mewujudkan budaya positif di sekolah? Selama menjadi guru, sudahkah kita memposisikan diri kita secara tepat? Mari simak video berikut ini untuk lebih memahami Posisi Kontrol Guru.

(Sumber video asli: https://youtu.be/FLBh8ZEFRbU)

Setelah menyimak video mengenai posisi kontrol guru, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

1. Bagaimana perasaan Anda setelah menonton video?
2. Manakah kejadian yang menggambarkan Anda ketika berinteraksi dengan murid di kelas?

Bapak dan Ibu calon guru penggerak, dalam hal ini kita tidak sedang menyalahkan salah satu situasi. Coba kita ingat ketika kita menjadi murid dulu. Pernahkah kita merasakan perasaan yang sama seperti Anton? Merasa kesal karena dihukum, merasa malu karena dipermalukan di depan kelas, merasa diawasi terus. Bedakan dengan guru pada kejadian 5. Apa yang dirasakan Anton? Betul! Merasa didengarkan.

Untuk mengetahui lebih jelas hubungan guru dan murid berikut penjelasan posisi kontrol guru dalam video yang kita tonton sebelumnya.


Setelah mempelajari konsep mengenai posisi kontrol guru, silakan melakukan refleksi dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Sebagai guru, posisi apa yang akan Anda perankan? Mengapa?
2. Rencana apa saja yang akan Anda lakukan untuk memerankan posisi tersebut?

6. POSISI KONTROL MANAJER
Bapak dan Ibu calon guru penggerak, dalam menumbuhkan disiplin pada diri murid secara intrinstik, guru perlu berperan pada posisi kontrol manajer yang bertanya dan membuat kesepakatan kelas bila murid melakukan kesalahan atau pelanggaran, bukan menuduh, memberi hukuman atau sebagai teman yang membiarkan murid melakukan kesalahan atau pelanggaran. 

Hal ini dilakukan karena pendidik sebagai pamong yaitu “menuntun” atau memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Anak diberi kebebasan, namun perlu  diberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. 

Oleh karena itu, pada kesehariannya, pamong juga berperan sebagai pengontrol untuk mengingatkan murid jika berada dalam bahaya. Pada kesempatan lain, guru juga dapat berperan sebagai teman ketika berinteraksi agar dapat memahami murid dan membangun kedekatan.

7. DISIPLIN POSITIF SEBAGAI LANDASAN UNTUK MEMBANGUN BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH 
Bapak dan Ibu calon guru penggerak, setelah mempelajari dan melakukan refleksi mengenai posisi kontrol guru, pada bagian ini Anda akan mempelajari konsep disiplin positif yang merupakan landasan untuk membangun budaya positif di sekolah. Sebelum konsep ini dikupas tuntas, kita perlu mengetahui perbedaan antara disiplin dan hukuman.

7.1. DISIPLIN DAN HUKUMAN
Masih ingatkah  dengan video pada sesi Posisi Kontrol Guru? Ingatkah Anda terhadap guru Anton pada situasi pertama? Apa yang dilakukan guru tersebut ketika mengetahui Anton tidak mengerjakan tugas? Betul! Guru tersebut menghukum Anton.

Kita seringkali memandang bahwa hukuman adalah bentuk yang sama dengan proses pen-disiplin-an dan memberikan hukuman sebagai salah satu langkah dalam proses disiplin murid. Padahal, disiplin dan hukuman memiliki arti yang berbeda dan memberikan efek yang sangat berbeda dalam pembentukan diri murid.

Bapak dan Ibu calon guru penggerak, Pada umumnya orang sering melihat 'disiplin' sebagai hal yang sama dengan 'hukuman', namun disiplin dan hukuman adalah dua hal yang berbeda. 

Disiplin merujuk pada praktik mengajar atau melatih seseorang untuk mematuhi peraturan atau perilaku dalam jangka pendek dan jangka panjang. Sementara hukuman dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku  murid. 

Disiplin dimaksudkan untuk mengembangkan perilaku para murid tersebut serta mengajarkan murid tentang kontrol dan kepercayaan diri dengan berfokus pada apa yang mampu mereka pelajari.

Tujuan akhir dari disiplin adalah agar murid memahami perilaku mereka sendiri, mengambil inisiatif, menjadi bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan menghargai diri mereka sendiri dan orang lain.

Untuk lebih memahami perbedaan hukuman dan disiplin, perhatikanlah tabel berikut ini: 

 

Tabel 2 Perbedaan Disiplin dan Hukuman  (CJCP, 2012)
(Download file pdf-nya DI SINI)
 

7.2. HUKUMAN DAN KONSEKUENSI 
Anda mungkin menyimpan pertanyaan,  “jika tidak ada hukuman, maka  bagaimana menghadapi murid yang melakukan pelanggaran atau kesalahan?”  Mari kita menyamakan persepsi bahwa pelanggaran atau kesalahan adalah kesempatan anak untuk belajar. 

Jika ditangani dengan tepat, kesalahan dapat menjadi momen yang baik agar anak mengetahui hal tersebut sebaiknya tidak dilakukan lagi di masa mendatang. Anak juga akan lebih bertanggung jawab serta mengetahui bagaimana memperbaiki situasi yang dihadapinya. 

Menurut Nelsen (2021), berikut adalah cara kita merespon kesalahan agar menjadi pembelajaran yang baik bagi anak.

  • Merespon kesalahan dengan kasih sayang dan kebaikan dibanding menyalahkan, menuduh dan menceramahi.
  • Berikan pertanyaan yang bisa menimbulkan diskusi tentang konsekuensi yang mungkin terjadi dari tindakannya.
  • Melihat kesempatan terjadinya kesalahan untuk didiskusikan bersama anak atau dengan teman-teman lain.

Jika diperhatikan dengan seksama, ketiga cara diatas lebih mengedepankan konsekuensi daripada hukuman. Mengapa konsekuensi lebih dipilih untuk mewujudkan budaya positif dibanding hukuman? 

Hukuman bersifat satu arah dari guru ke murid dan seringkali tidak berhubungan dengan kesalahan murid. Sedangkan menurut Nelsen (2021), prinsip konsekuensi fokus pada masalah dan solusi sehingga konsekuensi berhubungan dengan perilaku, penuh hormat kepada murid, bersifat masuk akal dan bertujuan untuk membantu murid belajar.

8. DISIPLIN POSITIF 
Disiplin positif adalah sebuah model disiplin yang difokuskan pada perilaku positif murid agar menjadi pribadi yang penuh hormat dan bertanggung (Nelsen, Lott & Glenn, 2000). 

Disiplin positif mengajarkan keterampilan sosial dan emosional dan keterampilan kehidupan yang penting dengan cara penuh hormat  dan membesarkan hati tidak hanya bagi murid tetapi juga bagi orang dewasa (termasuk orangtua, guru, staf administrasi dan lainnya). 

Kebalikan dari disiplin positif adalah disiplin negatif yang berfokus pada hukuman. Disiplin negatif cenderung menghambat perkembangan sosial, emosional dan keterampilan hidup murid. Dengan disiplin positif, guru diharapkan dapat mewujudkan budaya positif baik di kelas maupun sekolah.

8. 1. KRITERIA UTAMA DISIPLIN POSITIF
Untuk melakukan pendekatan disiplin positif, Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak perlu menjadikan kriteria disiplin positif yang dikembangkan oleh Nelsen (2021) ini sebagai panduan dalam membangun hubungan dengan murid.

1.  Bersikap baik dan tegas di saat yang bersamaan (menunjukkan sikap hormat dan memberi semangat).

2. Membantu murid merasa dihargai dan memiliki keterikatan antara dirinya dengan guru dan teman di kelasnya, sehingga ia merasa menjadi bagian dari kelas.

3. Memiliki komitmen untuk mempertimbangkan efektivitas dan dampak jangka panjang bagi proses belajar murid dari tindakan yang diambil (misalnya; pemberian hukuman bersifat dapat menyelesaikan masalah dalam jangka pendek, tetapi berpotensi memberikan dampak negatif dalam proses belajar pada anak yang bersifat jangka panjang). Dengan begitu, pendidik fokus pada perubahan dan peningkatan perilaku yang menetap, bukan hanya pada perilaku yang berhasil ditampakkan pada saat itu.

4. Menerapkan disiplin positif berarti membekali murid dengan keterampilan sosial dan mendukung pertumbuhan karakter yang baik seperti rasa hormat, kepedulian terhadap orang lain, komunikasi yang efektif, pemecahan masalah, tanggung jawab kontribusi, kerja sama.

5.  Mengajak murid untuk menemukan bagaimana mereka mampu dan dapat menggunakan kekuatan diri mereka dengan cara yang membangun.

8.2. PENERAPAN DISIPLIN POSITIF DI SEKOLAH DENGAN PENDEKATAN HOLISTIK 
Menerapkan pendekatan disiplin positif dapat membantu sekolah memainkan peran penting dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan manusiawi. Murid cenderung menjadikan orang dewasa sebagai model; jika  murid melihat orang dewasa menggunakan kekerasan fisik atau psikologis, mereka akan belajar bahwa kekerasan dapat diterima sehingga ada kemungkinan mereka akan menggunakan kekerasan terhadap orang lain. 

Sekolah memiliki peran penting dalam membimbing, memperbaiki, dan mensosialisasikan kepada  murid mengenai perilaku yang sesuai. Agar perubahan berhasil, diperlukan pendekatan terkoordinasi yang melibatkan semua peran di komunitas sekolah. 

Sekolah perlu bekerja dengan orangtua untuk memastikan konsistensi antara rumah dan sekolah, serta membekali mereka dengan informasi dan alat untuk mempraktekkan disiplin positif di rumah.

Dengan pemahaman yang komprehensif akan konsep budaya positif berikut konsep mengenai posisi kontrol guru dan disiplin positif yang merupakan landasan dalam membangun budaya positif di sekolah, Anda sudah memiliki bekal yang memadai dalam menjalankan peran anda untuk membangun budaya positif di sekolah.

8.3. UPAYA MEMBANGUN BUDAYA POSITIF YANG BERPIHAK PADA MURID 
Bapak dan Ibu calon guru penggerak, setelah mempelajari urgensi budaya positif di sekolah dan konsep budaya positif beserta hal-hal yang melandasinya, Anda diharapkan dapat membangun budaya positif di sekolah Anda. 

Nah, pertanyaannya, “Apakah dalam membangun budaya positif hanya Anda, sebagai guru, yang berperan mewujudkannya?” Tentunya semua komponen sekolah berperan penting dalam membangun budaya positif di sekolah. Pada bagian ini, Anda akan mendalami bagaimana semua komponen sekolah berperan dalam membangun budaya positif di sekolah. 

8.3.1 Membuat Kesepakatan Kelas sebagai Langkah Awal dalam Membangun Budaya Positif yang Berpihak pada Murid
Upaya dalam membangun budaya positif di sekolah yang berpihak pada murid diawali dengan membentuk lingkungan kelas yang mendukung terciptanya budaya positif, yaitu dengan menyusun kesepakatan kelas. 

Kesepakatan kelas yang efektif dapat membantu dalam pembentukan budaya disiplin positif  di kelas. Hal ini juga dapat membantu proses belajar mengajar yang lebih mudah dan tidak menekan. 

Seringkali permasalahan dengan murid berkaitan dengan komunikasi antara murid dengan guru, terutama ketika murid melanggar suatu aturan dengan alasan tidak mengetahui adanya aturan tersebut. Kurang adanya komunikasi ini menyebabkan relasi murid dan guru menjadi kurang baik.

Sebelum Anda mempelajari lebih mendalam mengenai kesepakatan kelas, renungkanlah dua pertanyaan berikut ini: Apakah selama ini Anda sudah menerapkan pemberian kesepakatan kelas di sekolah Anda? Siapa saja yang turut berperan dalam menentukan kesepakatan kelas? 

Kesepakatan kelas berisi beberapa aturan untuk membantu guru dan murid bekerja bersama membentuk kegiatan belajar mengajar yang efektif. Kesepakatan kelas tidak hanya berisi harapan guru terhadap murid, tapi juga harapan murid terhadap guru. Kesepakatan disusun dan dikembangkan bersama-sama antara guru dan murid.

Dalam menyusun kesepakatan kelas, guru perlu mempertimbangkan hal yang penting dan hal yang bisa dikesampingkan. Murid dapat mengalami kesulitan dalam mengingat banyak informasi, jadi susunlah 4 - 8 aturan untuk setiap kelas. Jika berlebihan, murid akan merasa kesulitan dan tidak mendapatkan makna dari kesepakatan kelas tersebut. Kesepakatan harus disusun dengan jelas sehingga murid dapat memahami perilaku apa yang diharapkan dari mereka.

Kesepakatan yang disusun sebaiknya mudah dipahami dan dapat langsung dilakukan. Oleh karena itu, dalam kesepakatan kelas gunakan kalimat positif seperti, “Saling menghormati” ,“Berjalan jika berada di lorong kelas”. Kalimat positif lebih mudah dipahami murid dibandingkan kalimat negatif yang mengandung kata seperti, “dilarang” atau “tidak”.

Kesepakatan perlu dapat diperbaiki dan dikembangkan secara berkala, seperti setiap awal semester. Untuk mempermudah pemahaman murid, kesepakatan dapat ditulis, digambar, atau disusun sedemikian rupa sehingga dapat dipahami dan disadari oleh murid. 

Strategi lain adalah dengan mencetaknya di setiap buku laporan kegiatan murid. Hal ini menjadi strategi yang baik untuk meningkatkan komunikasi antara orang tua dan pihak sekolah.

Untuk memahami kesepakatan kelas secara lebih mendalam, mari kita saksikan video berikut ini :

(Sumber video asli: https://youtu.be/Pyp0xfaAgh4)

Setelah menyimak video mengenai kesepakatan kelas ini, Anda diharapkan dapat menerapkan hal-hal tersebut dalam kelas Anda.

8.3.2 Menciptakan Visi Sekolah untuk Membangun Budaya Positif yang Berpihak pada Murid
Upaya berikutnya dalam membangun budaya positif yang berpihak pada murid adalah mengembangkan visi bersama tentang apa yang ingin dicapai sekolah. 

Daripada berfokus pada masalah dan perilaku buruk, ada baiknya Anda mulai dengan melihat hal-hal positif yang sudah berhasil di sekolah. Ini memberikan landasan untuk membangun visi bersama bagi komunitas sekolah yang berpusat pada diri murid dan pemberdayaannya.

Langkah untuk mendukung pemikiran dasar ini adalah memutuskan pihak yang dapat Anda ajak diskusi mengenai cara bagaimana sekolah dapat membawa visi tersebut menjadi kenyataan. 

Ingatlah kembali visi mengenai sekolah impian yang Anda ceritakan pada tahap Mulai dari Diri dalam modul 1.3. Di sana Anda sudah memiliki cita-cita mengenai kondisi sekolah ideal. 

Visi yang dikembangkan harus mendukung hal-hal berikut ini:

  1. Penciptaan lingkungan belajar yang ramah murid yaitu tempat yang di dalamnya baik murid, pendidik, maupun orang tua merasa dihargai dan didukung; serta tempat yang dapat membuat murid merasa bebas untuk mengekspresikan pandangan mereka dan didorong penuh untuk mencapai potensi yang mereka miliki.
  2. Pengajaran dan penguatan positif yang bertujuan untuk membangun hubungan yang saling peduli dan menghormati.
  3. Kebijakan dan strategi untuk mengurangi perilaku yang tidak dapat diterima yang melibatkan semua pemangku kepentingan yaitu, pendidik, orang tua, murid dan manajemen sekolah.

Hal-hal di atas jelas memperlihatkan bahwa untuk membangun budaya positif, keterlibatan guru, murid, manajemen sekolah dan orang tua sangat diperlukan. Semuanya harus bahu membahu dalam membangun budaya positif di sekolah.

PENUTUP
Demikianlah upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam membangun budaya positif di sekolah. Tentunya, untuk mewujudkan hal ini membutuhkan proses yang yang tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Selain itu, proses ini juga membutuhkan keterlibatan semua pemangku kepentingan di sekolah.

Terima kasih sudah dengan antusias mengikuti perjalanan berproses menuju pendidikan Indonesia yang lebih baik. Membentuk budaya sekolah dengan berfokus pada kebutuhan murid dan pertumbuhan karakter positif bukanlah hal yang mudah, tetapi Anda berhasil melaluinya dan merencanakan yang terbaik untuk murid dan sekolah. 

Buah dari kerja keras ini dapat terlihat ketika kita menyadari bahwa murid kita telah bertumbuh menjadi seorang dewasa yang sukses di pekerjaan, kehidupan, dan relasinya dengan orang lain dengan karakter yang memiliki integritas tinggi, bertanggung jawab, dapat diandalkan, berbudi pekerti luhur, dan bermanfaat bagi lingkungan dan negara.

Materi terkait budaya positif adalah akhir dari paket modul satu, akan tetapi perjalanan Anda menjadi Guru Penggerak baru dimulai. Setelah memahami dan mendalami pondasi yang diperlukan dalam menyusun budaya di sekolah, Anda akan bertemu dengan paket modul lain yang dapat diterapkan secara teknis dalam proses belajar mengajar. Anda akan belajar dan mencoba banyak hal baru yang menarik dan menjadi bekal dalam mengembangkan pendidikan Indonesia yang semakin baik lagi. Selamat berproses!

Salam semangat dan salam Guru Penggerak!

*****

DAFTAR PUSTAKA

Learning Management System (LMS) Guru Penggerak

Center for Curriculum Redesign. (2015). Character Education for the 21st Century: What Should Students Learn?. Boston, Massachusetts.

 

Centre for Justice and Crime Prevention and the Department of Basic Education. (2012). Positive Discipline and Classroom Management-Course Reader. Cape Town.

 

Deal, T. E. & Peterson, K. D. (1999). Shaping school culture: The heart of leadership. San Francisco, CA: Jossey-Bass

 

Durrant, Joan,. (2010). Positive Discipline in Everyday Teaching: A guide for educators. Save the Children, Sweden. 

 

Fullan, M., (2007) The new meaning of educational change, Routledge, New York.

 

Gossen, D. (2004). It's All About We: Rethinking Discipline Using Restitution. Diakses dari https://www.summiteducation.ca/five-positions-of-control/

Gossen, D. (1997). It’s Okay To Make Mistakes. Diakses dari https://www.esd.ca/Programs/Restitution/Documents/It's%20Okay%20to%20Make%20Mistakes%20Article.pdf

Graff, C. E. (2012). The effectiveness of Character Education Programs in Middle and High Schools. Counselor Education Master’s Theses, 127.

Lickona Ph.D, Tom; Schapsa, Eric; Lewis, Catherine. (2002). Eleven Principles of Effective Character Education. Character Education Partnership (www.character.org

 

Nelsen, J, Lott, L., and Glennn, H.S. (2000). Positive discipline in the classroom: Developing Mutual Respect, Cooperation, and Responsibility in Your Classroom. New York: Three Rivers Press.


Nelsen, J.  (2021). Mistakes  Are Wonderful Opportunities To Learn. Diakses dari   https://www.positivediscipline.com/articles/mistakes-are-wonderful-opportunities-learn

 

Nelsen, J. (2021).  Focus On Solutions. Diakses dari https://www.positivediscipline.com/articles/focus-solutions

 

Nofijantie, Lilik. (2012). Peran Lembaga Pendidikan Formal Sebagai Modal Utama Membangun Karakter Siswa. Conference Proceedings: Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS XII). 2947 - 2970

Positive Discipline. (2020). Positive Discipline: Creating respectful relationships in homes and schools. www.positivediscipline.com/what-is-positive-discipline.html. ;

RAPCAN. (2008). An Educator’s Guide to Positive Discipline. Diakses dari www.rapcan.org.za/File_uploads/Resources/teaching%20positive%20discipline%20screen.pdf

Stolp, Stephen, and Stuart C. Smith. (1994). School Culture and Climate: The Role of the Leader. OSSC Bulletin. Eugene: Oregon School Study Council, January 1994.







Bagikan:

TERSENYUMLAH...!!! Rahasia tentang Senyum yang Tak Banyak Orang Ketahui - Ustadz Sahuri, Lc, ME


REKAMAN MAJELIS TA'LIM 
di Masjid ArRidha, Griya Nagari, Watugede, Singosari


PEMATERI: 
Ustadz Sahuri, Lc, ME

TEMA:
TERSENYUMLAH...!!! Rahasia tentang Senyum yang Tak Banyak Orang Ketahui) 

👇
https://youtu.be/EVVgfefSwpA

Simak juga rekaman kegiatan lainnya pada halaman website berikut ini:

👇
http://bit.ly/RekamanMasjidArRidha

Jazakumullah khairan katsir...


Bagikan:

Inilah Alasan Mengapa Tidak Ada Kata IKHLAS dalam Al Qura'n Surat Al-Ikhlas - Ustadz Sahuri, Lc, ME


REKAMAN MAJELIS TA'LIM 
di Masjid ArRidha, Griya Nagari, Watugede, Singosari

Ahad, 13 Juni 2021

PEMATERI: 
Ustadz Sahuri, Lc, ME

TEMA:
Inilah Alasan Mengapa Tidak Ada Kata IKHLAS dalam Al Qura'n Surat Al-Ikhlas (Kajian dan Tafsir QS. Al-Ikhlas) 

👇
https://youtu.be/jYe-mchPRoM

Simak juga rekaman kegiatan lainnya pada halaman website berikut ini:

👇
http://bit.ly/RekamanMasjidArRidha

Jazakumullah khairan katsir...


Bagikan:

Guru Penggerak : Eksplorasi Konsep Visi Guru Penggerak

 Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. 
Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu.”
Ki Hajar Dewantara

Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak, selamat datang di pembelajaran ketiga! Kali ini, kita akan mengeksplorasi mengapa lingkungan belajar yang bermakna dan berpihak pada murid itu harus ditumbuhkan. 

Nah, kali ini kita akan membahas lanjutan mengenai visi, bagaimana mewujudkannya dengan sebuah pendekatan perubahan. Mari menyimak bacaan berikut ini.

Visi: Mengelola Perubahan yang Positif
Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak sekalian, menjadikan sekolah sebagai rumah yang aman, nyaman dan bermakna bagi murid sepertinya sudah menjadi hal yang umum diinginkan semua pihak. 

Mungkin saja, sebagian dari Bapak/Ibu juga menuliskan mimpi itu pada gambaran visinya. Namun, dalam prakteknya, kalimat tersebut bukan kalimat yang mudah untuk diwujudkan. Perlu perubahan yang mendasar dan upaya yang konsisten. Inilah salah satu tujuan visi, yaitu untuk mencapai perubahan yang lebih baik dari kondisi saat ini. 

Visi membantu kita untuk melihat kondisi saat ini sebagai garis “start” dan membayangkan garis “finish” seperti apa yang ingin dicapai. Ini bagaikan seorang pelari yang perlu mengetahui garis “start” dan garis “finish” bahkan sebelum ia benar-benar berlari melintasi jalur lari tersebut.

Menurut Evans (2001), untuk memastikan bahwa perubahan terjadi secara mendasar dalam operasional sekolah, maka para pemimpin sekolah hendaknya mulai dengan memahami dan mendorong perubahan budaya sekolah. 

Budaya sekolah berarti merujuk pada kebiasaan-kebiasaan yang selama ini dilakukan di sekolah. Kebiasaan ini dapat berupa sikap, perbuatan, dan segala bentuk kegiatan yang dilakukan warga sekolah. 

Walaupun sulit, reformasi budaya sekolah bukanlah hal yang tidak mungkin. Untuk melakukannya diperlukan orang-orang yang bersedia melawan arus naif tentang inovasi dan terbuka terhadap kenyataan yang bersifat manusiawi. Hal ini berarti butuh partisipasi dari semua warga sekolah. 

Perubahan yang positif dan konstruktif di sekolah biasanya membutuhkan waktu dan bersifat bertahap. Oleh karena itu, sebagai pemimpin, Bapak/Ibu CGP hendaknya terus berlatih mengelola diri sendiri sambil terus berupaya menggerakkan orang lain yang berada di dalam pengaruh Anda untuk menjalani proses perubahan ini bersama-sama. Hal ini perlu dilakukan dengan niatan belajar yang tulus demi mewujudkan visi sekolah.

Visi: Mengelola Perubahan yang Positif
Untuk dapat mewujudkan visi sekolah dan melakukan proses perubahan, maka perlu sebuah pendekatan atau paradigma. Pendekatan ini dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan. Jika diibaratkan seperti seorang pelari yang memiliki tujuan mencapai garis “finish”, maka ia butuh peralatan yang mendukung selama berlatih seperti alat olahraga. 

Dalam pembelajaran kali ini, kita akan mengeksplorasi paradigma yang disebut Inkuiri Apresiatif (IA). IA dikenal sebagai pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. 

Konsep IA ini pertama kali dikembangkan oleh David Cooperrider (Noble & McGrath, 2016). Kita akan memakai pendekatan IA sebagai ‘alat olahraga’ untuk kita berlari mencapai garis “finish” kita yaitu visi yang kita impikan.

Dalam sebuah video di Youtube, Cooperrider, yang adalah tokoh yang mengembangkan IA, menyatakan bahwa pendekatan IA dapat membantu membebaskan potensi inovatif dan kreativitas, serta menyatukan orang dengan cara yang tidak dapat dilakukan oleh proses manajemen perubahan yang biasa. 

Manajemen perubahan yang biasa dilakukan lebih menitikberatkan pada masalah apa yang terjadi dan apa yang salah dari proses tersebut untuk diperbaiki. Hal ini berbeda dengan IA yang berusaha fokus pada kekuatan yang dimiliki setiap anggota dan menyatukannya untuk menghasilkan kekuatan tertinggi.

IA menggunakan prinsip-prinsip utama psikologi positif dan pendidikan positif. Pendekatan IA percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan. Inti positif ini merupakan potensi dan aset organisasi. 

Dengan demikian, dalam implementasinya, IA dimulai dengan menggali hal-hal positif, keberhasilan yang telah dicapai dan kekuatan yang dimiliki organisasi, sebelum organisasi menapak pada tahap selanjutnya dalam melakukan perencanaan perubahan.

Menurut Cooperrider, saat ini kita hidup pada zaman yang membutuhkan mata yang dapat melihat dan mengungkap hal yang benar dan baik. Mata yang mampu membukakan kemungkinan perbaikan dan memberikan penghargaan. 

Bila organisasi lebih banyak membangun sisi positif yang dimilikinya, maka kekuatan sumber daya manusia dalam organisasi tersebut dipastikan akan meningkat dan kemudian organisasi akan berkembang secara berkelanjutan.

Dalam video di Youtube tersebut, Cooperider juga menceritakan bahwa pendapatnya ini sejalan dengan pendapat Peter Drucker, seorang Begawan dalam dunia kepemimpinan dan manajemen. Menurut Drucker, kepemimpinan dan manajemen adalah keabadian. 

Oleh sebab itu, seorang pemimpin bertugas menyelaraskan kekuatan yang dimiliki organisasi. Caranya adalah dengan mengupayakan agar kelemahan suatu sistem dalam organisasi menjadi tidak relevan, karena semua aspek dalam organisasi fokus pada penyelarasan kekuatan.

Di sekolah, pendekatan IA dapat dimulai dengan mengidentifikasi hal baik apa yang telah ada di sekolah, mencari cara bagaimana hal tersebut dapat dipertahankan, dan memunculkan strategi untuk mewujudkan perubahan ke arah lebih baik. 

Nantinya, kelemahan, kekurangan, dan ketiadaan menjadi tidak relevan. Berpijak dari hal positif yang telah ada, sekolah kemudian menyelaraskan kekuatan tersebut dengan visi sekolah dan visi setiap warga sekolah. 

Perubahan yang positif di sekolah tidak akan terjadi jika pertanyaan yang diajukan mengenai kondisi sekolah saat ini diawali dengan permasalahan yang terjadi atau mencari aktor sekolah yang melakukan kesalahan. 

Pertanyaan yang sering diajukan adalah, “Mengapa capaian hasil belajar siswa rendah?”, “Apa yang membuat rencana kegiatan sekolah tidak berjalan lancar?”, dan lain sebagainya. 

Motivasi untuk melakukan perubahan tentu akan berangsur menurun jika diskusi diarahkan pada permasalahan. Suasana psikologis yang terbangun tentu akan berbeda jika pertanyaan diawali dengan pertanyaan positif seperti ini :
  • Hal-hal baik apa yang pernah dicapai murid di kelas?
  • Apa hal menarik yang dapat dipetik pelajarannya dari setiap guru di kelas?
  • Bagaimana mengembangkan praktik baik setiap guru untuk dipertahankan sebagai budaya sekolah?

Dalam modul 1.3 ini, kita mempelajari IA lebih dalam sebagai salah satu model manajemen perubahan di sekolah dan mencoba menerapkannya melalui tahapan dalam IA yang di dalam bahasa Indonesia disebut dengan BAGJA (Buat Pertanyaan, Ambil Pelajaran, Gali Mimpi, Jabarkan Rencana, Atur Eksekusi).

Silakan simak dan pelajari videonya terlebih dahulu melalui tautan berikut ini.

(Sumber video asli: https://youtu.be/JcVPW6dchO0 )



Inilah langkah-langkah yang perlu Anda ikuti dalam menerapkan perubahan sesuai dengan visi yang Anda telah impikan berdasarkan tahapan BAGJA. 

Tahap pertama, Buat Pertanyaan Utama. Di tahap ini, Anda merumuskan pertanyaan sebagai penentu arah penelusuran terkait perubahan apa yang diinginkan atau diimpikan. 

Tahap kedua, Ambil Pelajaran. Pada tahapan ini, Anda mengumpulkan berbagai pengalaman positif yang telah dicapai di sekolah dan pelajaran apa yang dapat diambil dari hal-hal positif tersebut. 

Tahap ketiga, Gali Mimpi. Pada tahapan ini, Anda dapat menyusun narasi tentang kondisi ideal apa yang diimpikan dan diharapkan terjadi di sekolah. Disinilah visi benar-benar dirumuskan dengan jelas. 

Tahap ketiga, Jabarkan Rencana. Di tahapan ini, Anda dapat merumuskan rencana tindakan tentang hal-hal penting apa yang perlu dilakukan untuk mewujudkan visi. 

Tahapan terakhir, Atur Eksekusi. Di bagian ini, Anda memutuskan langkah-langkah yang akan diambil, siapa yang akan terlibat, bagaimana strateginya, dan aksi lainnya demi mewujudkan visi perlahan-lahan.

Semoga semua yang telah Anda pelajari memperkaya “persenjataan” Anda dalam meniti langkah-langkah kecil hingga terwujudnya visi Anda mengenai murid yang telah Anda jabarkan di Pembelajaran 1. 


Pada awal penerapannya, mungkin Anda akan merasakan kejanggalan atau meragukan keberhasilannya. Namun, kami mengajak Anda untuk mencobanya dan menikmati kurva belajarnya. 

Kurva belajar yang Anda akan alami mirip seperti seekor anak burung yang belajar terbang.  Pada saat pertama kali terbang, jalur terbang anak burung tidak akan langsung ke atas, tapi akan ke bawah dahulu kemudian meliuk ke atas sebagaimana terlihat pada gambar berikut. 

Dengan merujuk pada kurva belajar ini, maka marilah terus percaya bahwa pendekatan positif akan membuahkan hasil yang lebih luar biasa. Ini adalah kebiasaan baru.

(Download file pdf DI SINI)


Refleksi Mandiri
Berdasarkan penjelasan mengenai Inkuiri Apresiatif dan video BAGJA sebelumnya, mari Bapak/Ibu CGP refleksikan kepada pengalaman pribadi. Pertanyaan utama untuk refleksi kali ini adalah:

“Pernahkah Anda bermimpi tinggi dan memulai mewujudkannya dari kekuatan pribadi yang Anda miliki?”

Pengalaman pribadi tersebut mungkin terjadi bertahun-tahun yang lalu. Pengalaman tersebut bisa saja terjadi di masa bersekolah dahulu. Sesederhana bermimpi mendapatkan prestasi yang bagus pada mata pelajaran yang disukai saat bersekolah dulu. Pengalaman ini akan menjadi pengingat bagi Anda dalam mencapai visi Anda mengenai murid yang telah dijabarkan di Pembelajaran 1.


Penutup
Setelah melakukan refleksi mandiri, hal itu berarti Anda telah menyelesaikan kegiatan eksplorasi konsep mengenai visi guru penggerak dengan baik. 

Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak. Selamat! Anda telah menyelesaikan Modul 1.3 ini. Terimakasih atas semangat dan upaya Anda yang maksimal dalam menyelesaikan semua tantangan yang diberikan. Semoga segala proses yang Anda jalani dalam Modul 1.3 ini dapat membawa manfaat bagi mimpi Anda pada murid-murid Anda di masa depan kelak. 

Anda tetap harus memperhatikan bahwa sama dengan Modul 1.2, status penyelesaian Modul 1.3 juga sangat bergantung pada bagaimana Anda menyelesaikan Pembelajaran 8 Aksi Nyata masing-masing. 

Semoga modul ini berhasil membuat Anda memberanikan diri untuk bermimpi dan terlebih penting lagi mewujudkan mimpi untuk menyediakan lingkungan belajar terbaik bagi bertumbuhnya murid-murid Anda secara maksimal. Selamat menemukan, menumbuhkan dan menguatkan jati diri Anda sebagai Guru Penggerak. Salam belajar!

 

Daftar Pustaka

Learning Management System (LMS) Pendidikan Guru Penggerak

 

AITSL. (n.d.). Spotlight: Reframing feedback to improve teaching and learning. Australian Institute for Teaching and School Leadership. Retrieve from https://bit.ly/3dQnMsg

 

Evans, R. (2001). The human side of school change: Reform, resistance, and the real-life problems of innovation. San Francisco: Jossey-Bass.

 

Hattie, J. & H. Timperley. (2007). The power of feedback. Review of educational research 77 (1), p.81-112. Retrieved form http://www.columbia.edu/~mvp19/ETF/Feedback.pdf


Noble, T. & H. McGrath. (2016). The PROSPER school pathways for student wellbeing: Policy and practices. SpringerBriefs in well-being and quality of life research. Springer, Australia.

Snyder, C.R., H.S. Shorey, K.M. Pulvers, V.H. Adam III, & C. Wiklund. (2002). Hope and academic success in college. Journal of educational psychology 94 (4): 820-826. Retrieved from https://www.ofyp.umn.edu/ofypmedia/pdfs/highered/fye/hope_and_academic_success_snyder.pdf

 








Bagikan: